"Barang siapa yang mengusap kepala anak yatim karena Allah maka baginya kebaikan yang banyak dati setiap rambut yang ia usap. Dan barang siapa yang berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki maka aku dan dia akan berada di surga seperti ini, Rasulullah SAW mengisyaratkan antara jari telunjuk dan jari tengahnya." (HR. Ahmad).
Salah satu kebaikan yang dijanjikan Allah dengan tiket surga ialah mencintai anak yatim. Lantas, siapakah yang dimaksud dengan anak yatim? Apakah perbedaan antara anak yatim dan anak piatu? Lalu bagaimana dengan anak yatim-piatu?
Dalam perspektif bahasa, terma “yatim” berasal dari bahasa Arab; diambil dari wajan fi’il madli, yakni “yatama-yaitamu-yatmu" yang punya arti: sedih. Atau bermakna sendiri.
Jadi, anak yatim itu secara istilah ialah anak yang selalu bersedih karena menanggung beban kehidupan secara mandiri.
Hal ini sesuai dengan istilah syara’, bahwa anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa, berdasarkan sebuah hadits yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah menerima surat dari Najdah bin Amir yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang disebut yatim.
Ibnu Abbas menjawab: “Dan kamu bertanya kepada saya tentang anak yatim, kapan terputus predikat yatim itu, sesungguhnya predikat itu putus bila ia sudah baligh dan menjadi dewasa.”
Sedangkan kata piyatu bukan berasal dari bahasa Arab, kata ini dalam bahasa Indonesia dinisbatkan kepada anak yang ditinggal mati oleh Ibunya, dan anak yatim-piatu: anak yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.
Di dalam ajaran Islam, mereka semua mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.
Secara psikologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah seorang yang sangat dekat dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya, menghibur dan menasehatinya.
Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan belum mengerti baik dan buruk suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh Bapak atau Ibunya untuk selama-lamanya.
Betapa agungnya ajaran Islam, ajaran yang universal ini menempatkan anak yatim dalam posisi yang sangat tinggi, Islam mengajarkan untuk menyayangi mereka dan melarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka. Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi saw yang menerangkan tentang hal ini.
Dalam surat Al-Ma’un misalnya, Allah swt berfirman: “Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin.” (QS. Al-Ma’un: 1-3).
Orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin, dicap sebagai pendusta Agama yang ancamannya berupa api neraka.
Ajaran Islam memberikan kedudukan yang tinggi kepada anak yatim dengan memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat baik dan memuliakan mereka. Kemudian memberi balasan pahala yang besar bagi yang benar-benar menjalankannya, disamping mengancam orang-orang yang apatis akan nasib meraka apalagi semena-mena terhadap harta mereka. Ajaran yang mempunyai nilai sosial tinggi ini, hanya ada didalam Islam.
Bukan hanya slogan dan isapan jempol belaka, tapi dipraktekkan oleh para Sahabat Nabi dan kaum muslimin sampai saat ini. Bahkan pada jaman Nabi saw dan para Sahabatnya, anak-anak yatim diperlakukan sangat istimewa, kepentingan mereka diutamakan dari pada kepentingan pribadi atau keluarga sendiri.
Berbuat baik kepada mereka adalah lebih baik, diganjar dengan pahala surga yang akan disandingkan sedekat jemari tangan bersama Rasulullah di Surga. Begitulah perumpamaan mencintai anak-anak yatim, ada surga yang Allah janjikan untuk setiap curahan kasih yang kita berikan kepada mereka. Ada janji terijabahnya doa-doa saat kita berdoa ditengah-tengah mereka.
Ada keberkahan yang tercurah di setiap jejak langkah yang melaju, dalam sebuah perjalanan menuju tempat yang kita idam-idamkan, yaitu Surga-Nya. Bersama Rasulullah, dengan menyayangi dan mengasuh anak-anak yatim. Ada cinta, yang Allah titipkan untuk anak-anak.
Benarlah, bahwa rejeki itu sudah Allah atur dan tentukan takarannya. Meski sekalipun tak ada ayah disisi mereka, namun Allah tak pernah membiarkan mereka sendiri. Kehendak-Nya lah yang mengarahkan hati-hati para orang terpilih untuk hadir membantu, mencurahkan segenap jiwa raga dan harta untuk memberikan yang terbaik bagi mereka.