YOGYAKARTA — Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menjadi pemateri dalam acara Dialog Ideopolitor pada Sabtu malam (6/5/2023) di Universitas Ahmad Dahlan. Dalam kesempatan tersebut, ia menyampaikan satu keresahan tentang menurunnya kuantitas umat Islam di Indonesia dari tahun ke tahun.
Sejak awal kemerdekaan, populasi umat Islam ada sekitar 95%. Saat ini, jumlah umat Islam menurun ke angka 86%. Artinya, dalam rentang waktu 77 tahun jumlah umat Islam menurun 8%.
Menurut Abbas, salah satu faktor menurunnya kuantitas umat Islam di Indonesia adalah ekonomi. tidak sedikit umat Islam Indonesia yang mengalami ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Ketika mayoritas umat Islam berada di bawah kemiskinan, maka sangat rentan Islam ditinggalkan pemeluk-pemeluknya. Hal ini sejalan dengan pepatah yang berbunyi: kefakiran membawa pada kekufuran.
Sehingga Umat Islam menjadi golongan yang dipelihara negara berdasarkan Undang-undang Dasar (UUD) Pasal 34. Berdasarkan konstitusi ini, negara berkewajiban memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Sayangnya, jumlah orang miskin ini begitu mendominasi.
Berdasarkan uraian di atas, Abbas membayangkan struktur masyarakat Indonesia mirip sebuah piramida: paling tinggi ditempati kelas elit yang jumlahnya begitu sedikit, di bawahnya ada kelas menengah yang cukup dominan, dan di paling dasar ditempati kelas bawah yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia. Mirisnya, mayoritas umat Islam menjadi kelas paling bawah.
Fakta lain yang cukup memprihatinkan, kata Abbas, ialah dari 20 orang terkaya di negeri ini, hanya 1 orang yang beragama Islam. Tidak banyak umat Islam yang terjun menjadi pengusaha dan konglomerat. Akibat serius dari fakta ini ialah umat Islam tidak menguasai alat kapital sehingga tidak dapat menjadi penentu kebijakan-kebijakan penguasa.
“Fakta ini begitu memprihatinkan. Sedikit sekali umat Islam yang jadi pengusaha. Padahal, penentu dalam perpolitikan di bangsa ini bukan politisi dan pejabat, melainkan para pemilik kapital. “Kita belajar sama mereka (konglomerat),” ucap Abbas.
Solusi dari defisitnya pengusaha dalam tubuh umat Islam Indonesia, Abbas mendorong Muhammadiyah untuk menjadi kekuatan ekonomi di bangsa ini. Muhammadiyah pada abad kedua ini mesti berusaha merubah nasib umat Islam dalam pilar ekonomi. Penguatan pilar ekonomi begitu penting agar umat Islam tidak lagi menjadi bulan-bulanan para elit bohir di negeri ini.
“Muhammadiyah harus menjadi kekuatan ekonomi di negeri ini. Kalau kita kompak bersatu, insyaAllah Muhammadiyah menjadi salah satu pilar ekonomi bangsa. Kita akan lebih berwibawa sebagai sebuah organisasi Islam,” ucap Abbas.
Di akhir pembicaraan, ia kemudian mengutip Jenderal Soedirman: “kalau kalian ingin menang, kalian harus kuat. Untuk bisa kuat, kalian harus bersatu. Untuk bisa bersatu, kalian harus rajin silaturahim.” ***