BANDUNG — Setelah ibadah haji sempat ditunda selama dua tahun akibat pandemi Covid-19, kini setelah pandemi mereda, pemerintah Arab Saudi mulai membuka kembali ritual tahunan tersebut.
Jika pada 2018, Indonesia mendapat kuota sebanyak 203.350 jiwa, tahun ini Indonesia mendapatkan kuota haji sebesar 100.051 jemaah dari total kuota satu juta jamaah haji asal seluruh dunia.
“Alhamdulillah tahun ini diperbolehkan walaupun tidak sebanyak kuota biasanya yang 250 ribu itu. Ini sudah hal yang perlu kita syukuri,” ungkap Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad.
Dadang menjelaskan bahwa makna dari haji sendiri adalah berziarah ke rumah Allah dengan melakukan serangkaian rukun-rukunnya.
Kemudian Dadang juga menjelaskan tentang dua ciri jemaah haji yang mabrur. Berangkat dari hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang artinya, “Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga,” Dadang berharap hal ini menjadi nasihat bagi para jemaah yang sedang melaksanakan ibadah haji.
“Orang yang mabrur itu adalah orang yang menjaga lisannya dan banyak memberikan makan. Jadi, kalau ingin (memperoleh haji) mabrur, lalu datang ke kampung halamannya (pulang), bicaranya yang baik dan banyak memberi pada orang lain,” pesannya.
Sebagai rukun Islam kelima, ibadah haji kata Dadang disarankan bagi yang mampu (manistatha’a). Mampu di sini menurut guru besar sosiologi agama UIN SGD Bandung ini adalah dari segi fisik dan finansial.
“Jadi, haji ini adalah rukun Islam yang berat. Berat dari sisi perjalanannya dan pelaksanaannya di sana. Apalagi sekarang musim panas di mana suhunya bisa 50 derajat ketika wukuf di Arafah. Jadi berat daripada yang lain,” ungkap Dadang.
“Jadi kalau orang yang sudah terlalu tua atau sakit-sakitan tidak dianjurkan melaksanakan ibadah haji, jadi bisa diganti dengan ibadah yang lain yang (pahalanya) seimbang dengan haji,” pungkas Ketua BPH Universitas Muhammadiyah Bandung ini.***(FA)