Iklan

Iklan

,

Iklan

Kisah Menarik Pengalaman Muslim di Australia

Redaksi
Sabtu, 23 April 2022, 19:56 WIB Last Updated 2022-09-02T14:10:50Z

Kehidupan Muslim di Australia--kadang disebut Ausie, menarik disimak. Secara demografis, penduduk bangsa Australia terdiri multietnis. Meskipun awalnya berpenduduk lokal (pribumi) bangsa Aborigin, yang berinteraksi awal dengan bangsa Nusantara yaitu etnis Makassar, untuk kepentingan tripang di Darwin (australia Utara).Periode awal adanya Islam diperkirakan pada abad 16 M.

Masa ini  mereka terjalin hubungan dagang serta terjalin kekeluargaan, jalur pernikahan. Sehingga periode ini dikatakan sebagai awal mula Islam bersentuhan dengan tanah Australia. Fase ini terjeda dengan datangnya bangsa barat, bahkan banyak etnis Aborigin ini yang tewas dihabisi, kalangan pendatang yang merupakan pindahan dari penjara di Inggris.

Abad 19, konon muncul "white police" kebijakan pemerintah yang memihak bangsa kulit putih. Berikutnya perkembangan muslim di Australia muncul kembali pada tahun 1970-an atau 1980-an. Terjadi migrasi dari Asia seperti Afganistan dan lainnya, yang membuat bangsa pribumi kembali mengenal Islam, penduduk lokal kembai menjadi muslim.

Migrasi ini karena tuntutan perkembangan pembangunan di negeri kanguru ini. Mereka para pencari kerja dari negara-negara asia berdatangan. Terutama saat itu dikenal dengan penambangan emas. Dari Indonesia pun berdatangan bahkan menjadi penduduk tetap di sana.

Muhammadiyah di Australia:

Seiring perkembangan para migran ke Australia, yang juga banyak dari bangsa Indonesia--seperti dari Jawa--sebagian yang studi. Kebanyakan mereka pendatang yang menetap karena pekerjaan. ada yang berprofesi sebagai guru, insinyur, arsitek, akuntan dsb.

Sebagai Muslim di Australia, orang Muhammadiyah memiliki keunikan dibandingkan negeri lainnya. Muhammadiyah di Australia (PCIM), digerakan kebanyakan kalangan pekerja di negeri itu. Sementara di negeri lainnyam kebanyakan kalangan mahasiswa yang studi.

Ini mengakibatkan interaksi dengan penduduk setempat lebih terjalin. Tidak heran jika sebagian anggota Muhamamdiyah di Australia itu ada yang bule (penduduk setempat), seperti Lukman. Muhammadiyah kemudian diterima kalangan mereka, karena memiliki cara pandang yang sama. 

Dalam cara pandang mengukur sosial kemasyarakatan seperti kualitas community, serta pekerjaan yang mesti dilakukan secara profesional, terukur dan berdedikasi.

Demikian dituturkan Hamim Jufri, S.T.,Ketua PCIM Australia dalam dialog Dialog pada acara bertema," Islam & Muhammadiyah di 5 Benua" yang diadakan LPP-AIK UM Bandung Sabtu (23/4) secara virtual. Muhammadiyah berpotensi besar untuk berkembang di sana.

Setelah berdiri Australia College di Melbourne, diimpikan bermunculan lembaga pendidikan (College) di kota-kota besar lainnya di Australia. Bahkan direncanakan ke depan bisa muncul Rumah Sakit Muhammadiyah.

"Abad ke-2 Muhammadiyah ini mari kita dorong Muhammadiyah berkiprah dakwah ke luar. Jangan berkutat di Indonesia (Jawa), tapi harus menyampaikan pesan dakwah Rahmatan lil alamin. Agar misi keislaman rahmatan lil alamin ini bisa dirasakan manfaaatnya seluas-luasnya," tandas Hamim Jufri.

Modal dasar Muhammadiyah, ini karena Muhammadiyah bisa beradaptasi. Taat pada aturan yang berlaku, itu kuncinya. Muhamamdiyah dalam menyikapi islamophobia, tidak dengan wacana atau counter isue di media sosial. Tapi lebih dengan karya nyata, dengan dakwah bilhal.

Bila dengan wacana di media sosial, hanya akan menambah noise (gaduh). Muhammadiyah lebih bersikap "silent diplomasi". Atau istilah Jawa-nya, Muhammadiyah bersikap "sepi ing pamrih, rame ing gawe."

By: Sopaat

Iklan