Iklan

Iklan

,

Iklan

Haedar Nashir: Tabligh Institute, Wujud Pikiran Ketablighan Khas Muhammadiyah

Redaksi
Selasa, 15 November 2022, 17:22 WIB Last Updated 2022-11-15T10:22:55Z


BANTUL
— Resmikan Institut Tabligh Muhammadiyah (ITM) yang dikelola Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Senin (14/11/2022), Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengajak kembali untuk merefleksikan orientasi alam pikiran ketablighan Muhammadiyah yang bisa jadi saat ini mengalami diskontinuitas dari dasar-dasar yang diletakkan oleh KH. Ahmad Dahlan dahulu.


Dalam pengamatan Haedar, saat ini yang menyeruak ke permukaan dari aktivitas ketablighan ialah pada sisi nahi munkar. Padahal, di masa awal dakwah yang dilakukan oleh Kiai Dahlan bukan menonjolkan sisi tersebut. Hal itu bisa dilacak dari catatan-catatan penelitian/kajian dan sumber bacaan Kiai Dahlan. Terkait diskontinuitas tersebut, Haedar menyarankan supaya ada kajian sosiologi agama dengan menggunakan pendekatan etnografi.


“Agar kita tahu jejak awal Kiai Dahlan. Kenapa ? Karena kiai Dahlan dan gerakan Muhammadiyah generasi awal itu fenomena yang luar biasa.” Ungkapnya.


Disebut fenomenal karena latar belakang lahirnya Kiai Dahlan dan tempat berdirinya Muhammadiyah di Yogyakarta yang kental dengan tradisi Keraton Yogyakarta. Selain itu, latar belakang pendidikan Kiai Dahlan di Mekkah Arab Saudi yang notabene menganut Wahabi, tapi sepulang dari sana beliau menjadi mujadid atau pembaharu. Bahkan oleh beberapa ilmuan, pembaruan yang dilakukan oleh Kiai Dahlan ini mengalami lompatan.


“Bagaimana seorang Dahlan yang tidak belajar ilmu dari barat, dia bisa punya gagasan melahirkan institusi pendidikan Islam yang modern-holisitik. Memadukan ilmu agama dengan ilmu pendidikan umum, kemudian juga sekolah dengan masyarakat dan keluarga,” kata Haedar.


Padahal saat itu dengan konsep tasabuh, apa yang dilakukan oleh Kiai Dahlan tentu dianggap haram. Akan tetapi jika merujuk ke buku-buku yang ditulis oleh beberapa kalangan Muhammadiyah, disebutkan bahwa tajdid Muhammadiyah sebagai purfikasi atau pemurnian, dan Muhammadiyah disebut sebagai revivalisme Islam.


Namun demikian, pendapat ini berbeda dengan yang ditemukan para peneliti luar yang mendekati Muhammadiyah dengan pendekatan sosiologi agama dan etnografi. “Kesimpulan mereka itu sama, bahwa Muhammadiyah itu gerakan reformis, gerakan modernisme, bukan revivalisme. Tapi dibelakang hari arus kuat Muhammadiyah itu revivalisme Islam, baik dalam paham agama maupun politik.” Tutur Haedar.


Jejak pemikiran Islamisme Modern Muhammadiyah dapat dilihat pada diri tokoh-tokohnya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, seperti Ki Bagus Hadikusumo. Tokoh-tokoh Muhammadiyah masa dahulu meski keras dalam urusan moral, tapi mereka inklusif dalam sikap dengan lawan politiknya. 


“Sampai Natsir tetap bersahabat dengan Aidit, yang itu mustahil dilakukan oleh tokoh Islam atau tokoh politik saat ini. Inilah yang membuat kita menjadi miopik,” imbuhnya.


Tradisi Kulliyatul Mubalighin


Tabligh Institute Muhammadiyah diresmikan, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal ungkap tujuan didirikannya ITM untuk melestarikan ajaran atau tradisi lama yang dimiliki para pendahulu Muhammadiyah, yaitu sebagai tempat kulliyatul mubalighin.


Demikian disampaikan Fathurrahman pada Peresmian ITM, Senin (14/11) di acara Peresmian ITM. Acara peresmian tersebut juga dihadiri Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Menko PMK Muhadjir Effendy, Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad dan dr. Agus Taufiqurrahman, dan Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto.


Selain itu hadir juga Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof. Syamsul Anwar beserta jajaran, Badan Pengurus Harian LazisMu Pusat Mahli Zainuddin Tago, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng Tafsir, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Gunawan Budianto dan Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Sofyan Anif.


Keberadaan ITM, imbuh Fathur, bukan hanya sebagai tempat pendidikan, pelatihan dan pembinaan, tetapi juga sebagai tempat untuk merawat kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Gedung ITM yang berdiri di atas lahan kurang lebih 2000 meter persegi ini juga bisa disebut dengan Pusdiklatbud.


Gedung ini juga dipenuhi dengan simbol-simbol, diantaranya adalah taman yang akan ditanami dengan warna bunga merah dan putih. “Merah itu adalah tanda patriotisme para mubaligh mempertahankan republik ini, dan warna putih adalah simbolnya kesucian,” ungkap Fathur.


Kedepannya, gedung ini diharapkan akan menjadi tempat bersemainya generasi muda unggul yang siap memimpin. Pasalnya, Indonesia akan akan dihadapkan dengan bonus demografi yang besar, dan itu harus dikelola dan dijadikan peluang untuk memajukan Muhammadiyah dan Indonesia.


Selain itu, dirinya juga mengajak kepada para pemangku kepentingan untuk merespon perkembangan peradaban manusia yang kompleks ini dengan langkah-langkah yang konkrit. Tidak bisa dipungkiri, kemajuan dan cepatnya perkembangan zaman, serta adanya bonus demografi akan menimbulkan permasalahan tersendiri di masa yang akan datang.


Sementara itu, Menko PMK Muhadjir Effendy dalam sambutannya mengatakan bahwa di Muhammadiyah ini merupakan organisasi yang menjadi wadah lahirnya para masyayikh atau para cerdik pandai yang alim dalam ilmu agama dan ilmu-ilmu lain, yang siap diterjunkan untuk membangun peradaban dan membawa kepada kemajuan.


Mubaligh sekaligus masyayikh di Muhammadiyah, katanya, harus bisa mengayomi semua pihak, termasuk yang berbeda agama sekalipun. Ketua PP Muhammadiyah ini juga sependapat dengan Fathurrahman Kamal, bahwa perkembangan peradaban manusia yang kompleks harus direspon secara konkrit.


“Semua itu harus direspon dengan konkrit bukan sekedar wacana. Misalnya seberapa santri-santri, kader-kader tabligh kita telah membantu konten-konten yang positif di media virtual kita,”ungkapnya.


Dalam pandangan Muhadjir, saat ini dakwah digital yang dilakukan oleh Muhammadiyah masih harus berlari untuk mengejar ketertinggalan dari yang lain. Selain itu, dirinya mendorong supaya mubaligh Muhammadiyah memperbanyak konten-konten positif, untuk memenuhi atmosfer media digital masyarakat ini yang menurut beberapa survei dikenal sebagai warganet yang angka keadaban digitalnya rendah.

Iklan