Iklan

Iklan

,

Iklan

Syamsul Ulum

Menyoal Zakat Fitri: Penjelasannya, Aturan, Hukum, dan Distribusi

Redaksi
Selasa, 26 Maret 2024, 06:05 WIB Last Updated 2024-03-25T23:05:43Z


JAKARTA --
Setiap tahun umat Muslim diwajibkan untuk membayar zakat fitri. Perintah ini telah dilaksanakan sejak tahun kedua Hijriyah. Dasar hukumnya berasal dari hadis Rasulullah SAW, yang mewajibkan zakat fitri untuk setiap jiwa dalam umat Islam, tanpa memandang status sosial atau usia.


Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa zakat fitri berupa satu sha kurma atau satu sha gandum. “Rasulullah SAW telah mewajibkan Zakat Fitri di bulan Ramadan atas setiap jiwa dari kaum muslimin, baik orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki atau pun perempuan, anak kecil maupun dewasa, yaitu berupa satu sha kurma atau satu sha gandum.” (H.R. Muslim).


Zakat fitri ini wajib dikeluarkan sebelum zakat mal, dan harta yang harus disalurkan untuk zakat ini adalah makanan pokok seperti gandum, kurma, kismis, beras, atau uang seharga makanan tersebut. Ketentuan kadar zakat fitri ditetapkan minimal satu sha dari makanan pokok tersebut per kepala.


Dalam riwayat yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, Abu Sa’id al-Khudri RA menjelaskan variasi dalam jenis harta yang dapat digunakan untuk membayar zakat fitri, seperti gandum, kurma, keju (mentega), atau kismis (anggur kering). Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam pemenuhan kewajiban zakat fitri sesuai dengan kondisi dan kebutuhan umat. 


“Dari Abu Sa’id al-Khudri RA (diriwayatkan) ia berkata: “Kami mengeluarkan zakat fitri satu sha dari makanan atau satu sha dari gandum atau satu sha dari kurma atau satu sha dari keju (mentega) atau satu sha dari kismis (anggur kering).“ (H.R. al-Bukhari dan Muslim).


Satu sha, yang setara dengan 1/6 liter Mesir atau sekitar 2.167 gram berdasarkan timbangan dengan gandum. Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam daerah di mana makanan pokoknya memiliki berat yang lebih besar daripada gandum, seperti beras, maka perlu untuk menyesuaikan ukurannya. Untuk mengantisipasi variasi ini, Majelis Tarjih telah menetapkan standar tambahan sekitar ± 2,5 kg beras sebagai kehati-hatian.


Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar mengatakan penetapan zakat fitri sebesar 2,5 kg sudah sangat jauh mengantisipasi kekurangan timbangan atau perbedaan bermacam-macam jenis beras. Kadar zakat fitri tidak perlu ditingkatkan sampai 3 kg atau lebih, karena banyak masyarakat Indonesia yang kemampuan ekonominya minim, meskipun hal itu tidak terasa oleh kelas menengah ke atas. Tetapi apabila ada yang mau membayar zakat fitrah secara suka rela lebih dari itu, maka itu dapat dipandang sebagai tatawuk.


Sebagai contoh konkret, mari kita lihat bagaimana perhitungan zakat fitri dilakukan dengan menggunakan harga beras di pasar sebagai acuan. Jika harga beras di pasar rata-rata adalah Rp. 15.000,- per kilogram, maka zakat fitri yang harus dikeluarkan per orang adalah 15.000 x 2,5 = Rp. 37.500,-.


Sebagai contoh, dalam sebuah rumah tangga dengan enam anggota keluarga, jumlah zakat fitri yang harus dibayarkan adalah 6 x 37.500 = Rp. 225.000,-. Jika keluarga tersebut ingin menunaikan zakat fitri dengan menggunakan beras, maka mereka perlu menyiapkan 6 x 2,5 = 15 kg beras.


Dengan demikian, melalui perhitungan yang cermat dan proporsional seperti ini, umat Muslim dapat memahami secara praktis bagaimana melaksanakan kewajiban zakat fitri sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan mereka, serta memberikan bantuan yang cukup dan bermanfaat bagi yang membutuhkan dalam masyarakat.


Kapan Waktu Tepat Zakat Fitri Didistribusikan?


Menyongsong hari raya Idul Fitri, umat Muslim diingatkan akan pentingnya mendistribusikan zakat fitri kepada fakir dan miskin sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Hal ini merupakan ajaran yang bersumber dari keterangan hadis, dengan tujuan agar mereka dapat merayakan hari kemenangan dengan penuh kegembiraan, merasa cukup dalam kebutuhan hidup, dan tidak terpaksa berkeliling meminta-minta.


Pandangan dari berbagai mazhab dalam Islam, seperti Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, menekankan pentingnya distribusi zakat fitri pada rentang waktu terbatas, yakni dari terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadan hingga sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Dalil-dalil dari hadis Bukhari yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan hadis Daud yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menjadi pijakan utama dalam pemahaman ini.


Namun, mazhab Hanafiyyah memiliki pandangan yang berbeda. Mereka meyakini bahwa zakat fitri tidak memiliki batasan waktu tertentu (muwassa), sehingga kapan pun seseorang mukallaf membayarkannya, itu dianggap telah melaksanakan kewajiban. Meskipun demikian, mengeluarkan zakat fitri sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri bukanlah syarat sah, melainkan hanya merupakan anjuran (mustaḥab). Anjuran ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kebutuhan hidup fakir dan miskin terpenuhi dengan baik pada hari raya yang penuh berkah.


Dalam menanggapi isu distribusi zakat fitri, Majelis Tarjih telah menguatkan pandangan yang dianut oleh mazhab Hanafiyyah. Mereka percaya bahwa untuk meningkatkan efektivitas distribusi zakat kepada para mustahik, pembayaran zakat fitri boleh dimajukan sebelum terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadan. Dasar pemikiran ini diambil dari hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas.


Majelis Tarjih memberikan pertimbangan yang berarti dengan memberikan waktu yang lebih panjang dalam proses distribusi zakat fitri sebelum waktu akhir Ramadan. Ini diyakini akan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam menyalurkan zakat mereka kepada yang berhak. Memajukan distribusi zakat fitri akan memperluas jangkauan dan mempercepat manfaat yang dirasakan oleh para mustahik, memungkinkan mereka untuk mempersiapkan diri secara lebih baik menjelang hari raya Idul Fitri.


Tidak hanya itu, Majelis Tarjih juga berpendapat bahwa distribusi zakat fitri tidak harus terbatas pada akhir Ramadan saja. Mereka memahami bahwa jika distribusi dilakukan hanya pada akhir Ramadan, jumlah uang atau barang zakat yang terkumpul bisa sangat besar. Hal ini dapat menyulitkan bagi pihak yang bertanggung jawab dalam membagikannya dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, Majelis Tarjih memutuskan bahwa distribusi zakat fitri bisa dilakukan sepanjang tahun.


Dengan demikian, keputusan Majelis Tarjih untuk menguatkan pandangan Hanafiyah ini tidak hanya mengedepankan fleksibilitas dalam pelaksanaan kewajiban zakat fitri, tetapi juga memastikan efektivitas dan kemanfaatan yang maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan, sesuai dengan semangat keadilan dan kepedulian dalam ajaran Islam.***

Iklan