YOGYAKARTA — Dewan Pakar Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Rahmawati Husein mengatakan bahwa kelahiran Muhammadiyah memiliki tujuan kemanusiaan yang luhur. Pandangan ini merupakan antitesis terhadap pendapat yang menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah untuk melawan arus Kristenisasi.
“Tidak ada satupun pedoman resmi Muhammadiyah yang menyebutkan hal tersebut sebagai tujuannya. Sebaliknya, Muhammadiyah berdiri dengan misi untuk kemanusiaan,” ucap Rahmawati dalam diskusi buku Kajian Dunia Barat dan Islam: Visi Ulang Kemanusiaan Universal karya Sudibyo Markus, yang berlangsung di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cikditiro, Yogyakarta, pada Senin (1/7/2024).
Muhammadiyah perlu melakukan visi ulang terhadap agama yang menggerakkan, di mana rekonsiliasi antara Kristen dan Islam dapat menjadikan nilai-nilai agama sebagai dasar untuk menciptakan gerakan perdamaian dan aksi-aksi bersama yang transformasional. Konsep ini, yang dikenal sebagai “a common word – common world and work,” menekankan pentingnya berbagi dan berkolaborasi, bukan untuk bersaing, melainkan untuk saling melengkapi.
Dalam konteks ini, Rahmawati mengatakan bahwa hubungan antar budaya harus dieksplorasi untuk menemukan kekuatan bersama, bukan perbedaan. Dengan demikian, potensi kolaborasi antar budaya dapat dikoordinasikan untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan global. Visi Muhammadiyah adalah bagaimana menjadikan perbedaan sebagai kekuatan bersama untuk bekerja secara profesional dalam memanusiakan manusia.
Rahmawati mengatakan bahwa keadilan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia juga perlu dijadikan basis dalam upaya merespon berbagai ancaman kemanusiaan, seperti darurat ekologi dan tumpang tindih ketidaksetaraan. Muhammadiyah harus bekerja sama dengan para tokoh agama lainnya untuk memastikan bahwa misi kemanusiaan tetap menjadi proyek bersama yang berkelanjutan.
“Visi Muhammadiyah itu bagaimana menjadikan perbedaan menjadi kekuatan bersama untuk bagaimana bekerja profesional untuk memanusiakan manusia,” ucap Rahmawati.
Dalam era yang semakin kompleks ini, tantangan kemanusiaan semakin beragam. Darurat ekologi, seperti perubahan iklim dan bencana alam, serta ketidaksetaraan yang terus meningkat, menuntut adanya respons yang adil dan berkeadilan. Muhammadiyah, dengan landasan keadilan dan kesetaraan, dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut.
Sebagai organisasi yang berakar kuat pada nilai-nilai Islam, Muhammadiyah perlu terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk komunitas agama lain, untuk memajukan misi kemanusiaan. Hanya dengan kerja sama dan sinergi yang baik, visi kemanusiaan universal dapat diwujudkan.
Landasan Teologi Kemanusiaan
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ruslan Fariadi mengatakan bahwa nilai-nilai kemanusiaan memiliki landasan teologi yang kuat dalam Islam. Dalam Al-Quran, terdapat sejumlah ayat yang menekankan pentingnya menghormati dan melindungi martabat manusia tanpa memandang perbedaan suku, bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, atau agama.
“Landasan ini dapat menjadi modal dasar untuk membangun visi kemanusiaan universal yang inklusif dan berkeadilan,” tutur Ruslan dalam diskusi buku Kajian Dunia Barat dan Islam: Visi Ulang Kemanusiaan Universal karya Sudibyo Markus, yang berlangsung di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cikditiro, Yogyakarta.
Dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 menyatakan bahwa perbedaan antar manusia adalah untuk saling mengenal dan menghormati, bukan untuk memecah belah. Dalam QS. Al-Kafirun ayat 6 menunjukkan toleransi dalam keberagamaan, di mana setiap individu diberikan kebebasan untuk memilih dan menjalankan agamanya tanpa paksaan atau diskriminasi.
Lebih lanjut, QS. Al-Baqarah ayat 256 memperkuat prinsip kebebasan beragama dan menghormati pilihan individu dalam kepercayaannya. Dalam QS. Al-An’am ayat 108, Islam mengajarkan untuk menghormati keyakinan dan ibadah orang lain, meskipun berbeda dengan keyakinan kita. Sementara itu, QS. Al-Mumtahanah ayat 8 menegaskan pentingnya berbuat baik dan adil terhadap semua orang, tanpa memandang perbedaan agama atau latar belakang.
Dari beberapa ayat di atas, Ruslan merumuskan al-qiyam al-asasiyyah atau nilai-nilai dasar, yaitu Islam melindungi kemuliaan manusia (karamah insaniyah). Dalam pandangan Islam, manusia merupakan makhluk terhormat yang memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati dan dilindungi. Hal ini tercermin dalam beberapa ayat suci, di antaranya QS. Al Isra ayat 70 dan QS. AL Maidah ayat 32.
Menurut Ruslan, Rasulullah merupakan figur yang secara langsung mempraktekkan nilai-nilai kemanusiaan yang termaktub di dalam Quran. Hal ini terlihat dalam sebuah penggalan hadis ketika Rasulullah ditanya Sahabat: “‘Bukankah jenazah itu adalah (non-Muslim) penghuni dunia?’ tanya orang di sekitarnya. Keduanya menjawab, ‘Satu keranda jenazah digotong orang melewati Rasulullah SAW. Beliau kemudian berdiri. Ketika diberitahu bahwa itu adalah jenazah Yahudi, Rasulullah SAW menjawab, ‘Bukankah ia juga manusia?” (HR. al- Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw berdiri sebagai bentuk penghormatan meskipun orang yang meninggal dunia berbeda keyakinan dengan beliau. Rasulullah SAW melihat jenazah Yahudi tersebut sebagai manusia ciptaan Allah yang harus dihormati sebagaimana kandungan Surat Al-Isra ayat 70. Perbedaan keyakinan, ras, bangsa, kelas sosial, tidak menafikan kemuliaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah.
“Rasulullah merefleksikan penghormatan terhadap manusia dan memperlakukan manusia secara terhormat sekalipun berbeda keyakinan dengan beliau. Konsekuensi logisnya adalah, seseorang tidak boleh merendahkan dan memperlakukannya tidak adil atau zalim,” ucap Ruslan.***