![]() |
Oleh: Harmin Samiun, Anggota Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Maluku
Setiap orang dalam perjalanan hidupnya mendambakan kebahagiaan dan kesusksesan yang dapat menyertainya. Tak mengapa orang itu menginginkan hal demikian asalkan kehidupan yang dibangun di muka bumi sesuai dengan koridor syariat.
Ukuran kepantasan dalam meraih kebahagiaan dan kesuksesan baik di dunia dan negeri akhirat dilihat dari prespektif ilahi dengan iman dan amal shaleh yang menjadi rujukan agar seseorang itu berhak mendapatkan jaminan kebahagiaan dan kesuksesan tersebut.
Jika kebahagiaan dan kesuksesan diukur dalam prespektif duniawi, Fir’aun dengan jabatan dan bala tentara yang melimpah, Qorun dengan harta yang banyak dan Haman sosok manusia cerdas serta perdana menteri yang bisa mengatur urusan pemerintahan kerjaan Fir’aun.
Mereka merupakan gambaran tipikal manusia yang sukses dalam menggapai impian kebahagiaan dan kesuksesan dunia. Namun kehidupannya tragis serta menjadi genangan sejarah yang telah diabadikan oleh Allah SWT dalam ayat_Nya agar menjadi itibar bagi generasi setelahnya untuk tak melakukan tindakan amoral yang dianggap bertentangan dengan prinsip Islam.
Pribadi seperti apa yang dirindukan surga ? Islam sebagai agama universal mencakup semua dimensi kehidupan diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi_Nya yang berisi kaidah dan petunjuk hidup bagi manusia disertai dengan hujah yang autentik berupa Al Qur’an dan as Sunnah menjadi spirit bagi pribadi manusia untuk tunduk dan patuh terhadap ketentuan ajaran ilahi.
Agar dengan itu kebahagiaan dan kesuksesan menjadi impian dan dambaan bagi pribadi yang menopang dirinya dengan rutinitas amal kebaikan sepanjang detak nafasnya.
Buah dari ketaatannya menjadikan dia mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah SWT berupa surga yang tak pernah terbersit oleh panca indera, dan tak pernah didenger oleh telinga manusia. Namun semua itu, Allah SWT telah menjelaskan dalam keterangan ayat_Nya secara paripurna.
Kehidupan dunia dengan segala keindahan dan kelezatan nikmat yang terkandung di dalamnya menjadi sarana untuk memproteksi diri agar tak terjatuh dalam genangan maksiat dan lumpur dosa. Sebab potret manusia baik dan buruk merupakan cerminan dari sikap ketaatan dia dengan Tuhanya.
Agar dengan itu, setiap pribadi hendaknya mengingat kehidupan yang sangat melelahkan dan meletihkan yakni negeri akhirat melalui kematian yang menghampirinya. Sebab kematian merupakan perkara misteri yang bisa menimpa siapa saja tak mengenal batas usia, dari mana asal usulnya serta status kedudukan sosialnya, ketika tiba waktunya tak seorangpun bisa memajukan dan mengundurkanya.
"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al- A’raaf: 34).
Sebelum menghadapi kehidupan setelah kematian. Hendaknya setiap orang menorehkan sejarah hidupnya dengan kebaikan, sehingga kisahnya menjadi ingatan kolektif bagi generasi setelahnya untuk dikenang sepanjang hayat bahkan namanya harum semerbak dituliskan dalam catatan lembaran sejarah diantara deretan kisah- kisah inspiratif yang kemudian dibaca dan dipelajari agar menjadi penyemangat kehidupan bagi generasi berikutnya.
Tentu memori kehidupan orang semacam itu yang terukir dalam ingatan manusia tak lahir secara instan. Tapi kemunculannya dimuka bumi merupakan desain maha karya dari pemegang qobul seseorang yakin Allah SWT, melalui lingkungan yang tumbuh dan dibesarkan dengan didikan robbani oleh lisan² yang tak kenal lelah dan letih dalam mengajarkan kebaikan di tengah² umat.
Hidupnya selalu berkawan dan bergaul dengan orang yang baik agar bisa menopang dan menjaga imannya tetap stabil bahkan meningkat seiring berjalannya waktu.
Hal itu sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ibnu Abbas ketika bertanya kepada Rasulullah Saw. “Ya rasulallah siapakah teman yang baik”. Rasulullah Saw menjawab, teman yang baik adalah “engkau melihatnya mengingatkan dia kepada Allah, ucapannya menambah ilmu bagi kalian dan amal perbuatannya mengingatkan kalian kepada negeri akhirat”.
Hal senada juga diungkapkan oleh imam Malik “janganlah bergaul dengan orang fasik agar tak mempelajari kefasikannya.
Dengan itu, terpaan hidupnya senantiasa di dedikasihkan dalam kebaikan agar mencegah kegelapan dan kebodohan umat dengan lautan ilmu yang penuh hikmah dan kelembutan diajarkan dihadapan orang-orang disekitarnya, sehingga hal itu memberikan manfaat bagi orang-orang dilingkungannya.
Inilah yang maksudkan khoirunnas anfauhum linnas. Karena prinsip yang dibangun adalah memilih salah satu pilihan diantara dua pilihan hidup yakni ketaqwaan. "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (QS. Asy-syams: 8).