Iklan

Iklan

,

Iklan

Bolehkah Memejamkan Mata Saat Salat? Ini Jawaban Muhammadiyah

Redaksi
Senin, 15 September 2025, 09:53 WIB Last Updated 2025-09-15T02:53:50Z


Jakarta, Muhammadiyah Good News || Salat adalah ibadah yang paling utama dalam Islam. Ritual ini terdiri atas rangkaian ucapan dan gerakan, dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Umat Islam diwajibkan menegakkan salat lima waktu: Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya.


Salat memiliki syarat wajib, syarat sah, dan rukun yang harus dijalankan dengan benar. Karenanya, tata cara salat telah diajarkan langsung oleh Rasulullah Saw. Sebagaimana sabda beliau:


عَنْ أَبِي قِلَابَةَ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ قَالَ :أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال : … وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي… [رواه البخاري]


“Dari Abu Qilabah, Malik bin al-Huwairits berkata: Kami mendatangi Nabi Saw, lalu beliau bersabda … dan salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku salat.” [HR. al-Bukhari no. 6705].


Hadis ini menegaskan bahwa salat harus dilakukan sesuai dengan praktik Nabi Saw. Dalam salat, Rasulullah mengarahkan wajah dan pandangan mata ke satu titik: tempat sujud. Pandangan ini berfungsi menjaga konsentrasi sekaligus menghadirkan kekhusyukan hati.


Rasulullah bahkan melarang keras orang yang melayangkan pandangan ke arah langit ketika salat.


عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي الصَّلَاةِ أَوْ لَا تَرْجِعُ إِلَيْهِمْ [رواه مسلم]


“Dari Jabir bin Samurah, Rasulullah Saw bersabda: Hendaklah suatu kaum menghentikan kebiasaan mengangkat pandangan ke langit dalam salat, atau (jika tidak), pandangan itu tidak akan kembali kepada mereka (buta).” [HR. Muslim no. 649].


Hadis ini menegaskan arah pandangan dalam salat, yakni ke tempat sujud. Tujuannya jelas: agar salat menjadi lebih khusyuk. Bahkan Allah pun menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa keberuntungan orang beriman terletak pada kekhusyukan salatnya:


قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ, الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ


“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya.” (QS. al-Mu’minun [23]: 1–2).


Namun, menjaga kekhusyukan bukan perkara mudah. Suara berisik, orang yang berlalu-lalang, ornamen masjid, bahkan tulisan di pakaian jamaah bisa menjadi pengganggu. Sebagian orang lalu memilih memejamkan mata saat salat agar lebih konsentrasi. Pertanyaannya: apakah hal ini boleh?


Jika kita menengok sunnah Nabi Saw, tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau memejamkan mata dalam salat. Bahkan, dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw justru memerintahkan agar tetap waspada terhadap hal-hal berbahaya di sekitar.


أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ اْلأَسْوَدَيْنِ فِي الصَّلَاةِ الْعَقْرَبِ وَالْحَيَّةِ [رواه ابن خزيمة]


“Bahwasanya Rasulullah Saw memerintahkan membunuh dua binatang hitam ketika salat, yaitu kalajengking dan ular.” [HR. Ibnu Khuzaimah].


Hadis ini menunjukkan bahwa mata tetap terbuka dalam salat. Sebab, jika mata terpejam, bagaimana mungkin seseorang dapat melihat bahaya di hadapannya?


Meski demikian, sebagian ulama memberikan kelonggaran. Jika ada gangguan nyata yang membuat konsentrasi buyar, misalnya ada tulisan mencolok, gambar atau suasana yang membuat sulit khusyuk, maka memejamkan mata dibolehkan sebagai jalan keluar sementara. Artinya, hukum memejamkan mata dalam salat bersifat kondisional.


Dengan demikian, memejamkan mata dalam salat tidaklah dianjurkan, tetapi boleh dilakukan bila ada sebab yang jelas. Kuncinya adalah menjaga kekhusyukan, sebab khusyuklah yang menjadi ruh dari ibadah salat.


Referensi: Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Memejamkan Mata Saat Shalat Dan Berdo’a”, dalam Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 24 Tahun 2018.

Iklan