Iklan

Iklan

,

Iklan

Dakwah ala Kiai Ahmad Dahlan untuk Menyapa Generasi Milenial dan Gen Z

Redaksi
Sabtu, 13 Desember 2025, 15:48 WIB Last Updated 2025-12-13T08:48:40Z


YOGYAKARTA –
Indonesia Emas 2045 semakin dekat. Pada tahun itu Indonesia sekaligus mendapatkan bonus demografi – di mana bangsa ini akan didominasi oleh anak-anak muda usia produktif.


Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data, penduduk Indonesia tahun 2025 berjumlah 286,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 69 persen lebih penduduk berada pada rentang usia produktif, dan 22,4 persen penduduk usia muda yaitu 0-14 tahun. Sementara sisanya usia tua.


Agenda menyambut bonus demografi juga menjadi isu yang hangat dibicarakan di mana-mana, termasuk oleh kalangan agamawan – maupun gerakan keagamaan, Muhammadiyah termasuk di dalamnya.


Berbagai strategi dan taktik digunakan otoritas keagamaan untuk lebih mendekat ke anak-anak muda – atau dalam istilah William Strauss dan Neil Howe disebut generasi milenial. Tentu strategi juga digunakan untuk mendekati gen z dan alpha.


Berbagai cara digunakan otoritas keagamaan untuk berlomba-lomba mendekat dan menjadi bagian dari generasi ini. Usaha mendekat yang dilakukan acapkali terpental, lantaran kurang atau tidak memahami karakter generasi milenial.


Jika pola-pola dakwah lama – berceramah masih digunakan, tentu pesan-pesan dakwah tidak tersampaikan. Sebab karakter generasi milenial dan z tidak suka diceramahi, mereka ingin didengar supaya sadar eksistensi dan validasi mereka.


Kiai Dahlan Membangun Kedekatan dengan Generasi Muda

Terkait dengan cara pendekatan kepada kaum muda, Kiai Ahmad Dahlan punya cara tersendiri. Tidak langsung pada mengajak anak-anak muda seperti Syudja’, Djojosugito, Fachroddin, Hidayat (Ki Bagus Hadikusumo), dan lain untuk datang ke gerombolan atau kelompok pengajian.


MateriTerkait

Hayah Thayyibah Menghadirkan Rahmat Islam bagi Seluruh Manusia

Kunjungan Sehari di Surakarta, Haedar Nashir Resmikan Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan

Saad Ibrahim sebut Penyebab Utama Penyakit adalah Mengabaikan Petunjuk Allah

 

Agama Islam didekatkan ke kaum muda tidak dengan banyak ceramah, tapi dengan keteladanan dan praktek-praktek hidup yang menyenangkan. Sehingga Kiai Dahlan dengan kaum muda tidak berjarak.


Kiai Dahlan dalam buku “Derita Seorang Pemimpin” yang ditulis Djarnawi Hadikusumo digambarkan sebagai sosok alim yang tidak berada di atas menara gading.


Alih-alih duduk di ruang baca menghabiskan waktu dengan berbagai tumpukan kitab, atau beruzlah dengan Tuhan, Kiai Dahlan justru turun ke alun-alun, pelataran masjid, dan pasar sebagaimana orang pada umumnya.


Sebab sejarah Kiai Dahlan tidak hanya tentang mengembara dari pesantren ke pesantren menuntut ilmu, bertaklim ke forum-forum kajian dari ulama pesohor, serta mendirikan gerombolan pengajian.


Kiai Dahlan Bergembira dengan Anak Muda


Kiai Dahlan juga hadir di alun-alun ikut nongkrong bersama anak-anak muda Kauman seperti Sudja’, Joyosugito, Hadikusuma, Fakhruddin, dan lain sebagainya. Selain nongkrong, karena kecenderungan anak-anak muda yang masih doyan bermain-main Kiai Dahlan mewadahi semangat tersebut dengan mendirikan Hizbul Wathan (HW).


Bahkan muatan HW ikut berkembang, agendanya tidak hanya berisi acara baris-berbaris, namun juga menjadi kesebelasan tim sepakbola. Terobosan ini disambut gembira generasi muda dan diterima di banyak tempat, tidak hanya hanya di Jogja tapi sampai keluar Jawa.


Tak hanya itu, Kiai Dahlan juga menonton dan memberikan tepuk tangan sebagai tanda apresiasi atas pentas sandiwara Stambul atau pertunjukan teater populer yang lakonnya adalah anak-anak muda Kampung Kauman.


Ketika anak-anak muda itu memainkan musik Gambus, Kiai Dahlan juga menemani dan mendengarkan alunan musik yang diperdengarkan. Itu semua dilakukan Kiai Dahlan semata-mata untuk membangun kedekatan dan mengikat empati kaum muda.


Dalam mengajak generasi muda mengenal Islam, Kiai Dahlan tidak langsung straight to the point. Kiai Dahlan sepertinya menerapkan prinsip luwes dalam taktik, teguh dalam prinsip ketika berdakwah.


Kiai Dahlan menyadari betul bahwa, dakwah itu tidak sekadar berceramah, tapi juga mendengar, mengapresiasi, serta membangun empati dengan mad’u yang dalam konteks ini adalah generasi muda.

Iklan