Iklan

Iklan

,

Iklan

Pilar Masyarakat Utama

Redaksi
Jumat, 02 September 2022, 11:19 WIB Last Updated 2022-09-21T07:18:56Z


Oleh: Prof KH Dadang Kahmad,
 Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah


Ada tiga pilar penting masyarakat utama. Pertama, orientasi pada nilai-nilai keutamaan (al-khair); kedua, berjalannya mekanisme amar makruf nahi munkar; dan ketiga, transendensi (tu’minuna billah) atau orientasi ketuhanan. 


Dalam Al-Qur’an, al-khair adalah konsep kebajikan, komprehensif yang mencakup segala hal yang dipandang bernilai tinggi atau utama. Al-Qur’an banyak menyebut nilai-nilai keutamaan ini. Antara lain, disebutkan dalam Surat Al-An’am : 151-153.


Muhammad Syahrur dalam karyanya Iman dan Islam dan juga M Quraish Shihab dalam karyanya Tafsir al-Misbah, merinci nilai-nilai keutamaan di atas menjadi sepuluh wasiat Tuhan. 


Wasiat pertama, adalah tauhid, la tusyriku bihi syai’a (janganlah kamu mempersekutkan-Nya dengan apapun). Kedua, berbuat baik kepada kedua orang tua (wa bi al-walidaini ihsana). Ketiga, jangan membunuh anak karena takut miskin (wa la taqtulu awladakum min imlaq). Keempat, jangan mendekati kekejian, baik yang tampak ataupun tersembunyi (wa la taqrabu al-fawahisya ma zhahara minha wa ma bathana).


Kelima, jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan sebab yang benar (wa la taqtulu al-nafsa al-ladzi harrama Allahu illa bi al-haq). Keenam, jangan mendekati harta anak yatim kecuali demi kebaikan (wa la taqrabu mala al-yatima illa bi al-lati hiya ahsan). Ketujuh, memenuhi takaran dan timbangan dengan adil (wa awfu al-kayla wa am-mizana bi al-qisthi). 


Kedelapan, berkata yang adil walaupun kepada kerabat (wa idza qultum fa’dilu walaw kana dza qurba). Kesembilan,memenuhi janji Allah ( wa bi’ahdi Allahi awfui). Kesepuluh, mengikuti jalan Tuhan dan tidak mengikuti jalan-jalan yang lain (wa anna hadza shirathi mustaqima fa al-tabi’uhu wa la tattabi’u al-subula).


Syaikh Thahir Ibn Atsur mejelaskan tiga hukum (norma) sosial yang terkandung dalam rangkaian ayat di atas. 


Pertama, norma kemaslahatan publik (ishlah al-halat al-ijtima’iyyah al-amah bain al-nas) yang diawali dengan wasiat larangan menyekutukan Allah sampai larangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah. 


Kedua, norma pergaulan sosial (khifdz nizham ta’amul al-nas) yang dimulai dari wasiat larangan mendekati harta anak yatim secara tidak sah sampai memenuhi janji dengan Allah. 


Ketiga, norma umum untuk mengikuti jalan Islam (ittiba’ thariq al-Islam) seperti yang tercantum dalam wasiat terakhir “bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia” (wa anna hadza shirathi mustaqima fa ‘tabiuni).


Secara singkat dapat disimpulkan bahwa rangkaian ayat di atas menjelaskan sepuluh wasiat atau nilai-nilai keutamaan yang merupakan pilar penting dalam perwujudan suatu masyarakat utama. 


Larangan menyekutukan Allah mengandung tuntunan untuk melindungi fitrah kesucian manusia. Perlindungan fitrah ini sangat menentukan harkat dan martabat kemanusiaan. Prilaku syirik bukan saja secara teologis merupaka dosa besar yang tidak terampuni, melainkan juga secara sosiologis mengakibatkan perendahan terhadap harkat martabat manusia. 


Itulah prinsip dasar dalam masyarakat utama, yaitu perlindungan akan fitrah kesucian dan martabat kemanusiaan.


Berbakti kepada orang tua dan larangan membunuh anak, merupakan tuntunan untuk perlindungan generasi. Hubungan orang tua dan anak, merupakan hubungan generasi sepanjang masa. Tindak kedurhakaan kepada orang tua dan pembunuhan anak, bukan saja sebuah pelanggaran atas hak asasi kemanusiaan, tetapi akan mengakibatkan ketidakharmonisan antar generasi sepanjang masa.


Lebih jauh dari itu, ketidakharmonisan atau konflik antar generasi akan mengganggu jalannya kehidupan menuju masyarakat utama. Keharmonisan dalam keluarga (baik keluarga inti maupun keluarga dalam kebangsaan dan kebudayaan) sangat menentukan kualitas hidup dalam perwujudan masyarakat utama.


Wasiat keempat, jangan mendekati kekejian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, merupakan prinsip masyarakat utama yang sangat penting dalam pemeliharaan kesucian diri. Segala bentuk kekejian moral (fawahisy) seperti mesum atau perzinahan akan berdampak pada pelanggaran norma kemanusiaan yang dalam jangka panjang akan mengganggu jalannya proses perwujudan masyarakat utama. 


Wasiat kelima, mengenai larangan pembunuhan jiwa yang diharamkan oleh Allah, jelas memberikan prinsip dasar dalam perlindungan jiwa (khifdz al-nafs). Wasiat ini lebih dikuatkan lagi oleh Rasul dalam pesannya ketika khutbah haji wada. 


Rasul menyatakan bahwa “darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan”.


Dalam Islam,prinsip kesucian hidup (life) ini sangat dijunjung tinggi. Membunuh satu orang sama artinya dengan membunuh semua manusia. Sebaliknya, menyelamatkan satu orang sama artinya dengan menyelamatkan semua manusia. Inilah spiritualitas kemanusiaan dalam Islam yang penting sebagai pilar masyarakat utama.


Wasiat selanjutnya adalah larangan mendekati harta anak yatim secara tidak sah, perintah memenuhi takaran dan timbangan secara adil dan perintah untuk berkata adil/jujur. 


Dalam perspektif masyarakat utama, wasiat atau nilai keutamaan tersebut memberikan tuntunan yang sangat penting untuk pemenuhan kesejahteraan dan penyerahan hak-hak kaum lemah yang membutuhkan bantuan secara jujur dan berkeadilan. Prinsip ini merupakan peneguhan mengenai kesamaan atau kesetaraan (equality). 


Tidak boleh ada pembedaan (discrimination), baik dalam kebebasan dasar, maupun dalam memperoleh kesempatan untuk kemajuan.


Menurut Sayid Quthub, keadilan (adl) ini merupakan dasar persamaan sebagai asas kemanusiaan yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam konteks perwujudan peradaban masyarakat utama, semua nilai-nilai keutamaan di atas, harus selalu mendapat penjagaan dan pengawasan dari masyarakat itu sendiri. 


Penjagaan dan pengawasan ini merupakan wujud implementasi praktis dari usaha amar makruf nahi munkar, sekaligus sebagai manifestasi keimanan kepada Allah SwT.


Dengan demikian, berjalannya mekanis amar makruf nai munkar dengan landasan keimanan (transendensi) menjadi pilar, sekaligus prasyarat penting lainnya dalam perwujudan masyarakat utama. 


Inilah barangkali yang dimaksudkan oleh firman Allah sebagai bentuk khayr ummat atau masyarakat utama, yakni masyarakat yang berorientasi, berproses menuju dan memiliki kecenderungan pada nilai-nilai keutamaan (al-khayr), serta menjalankan mekanisme amar makruf nahi munkar dengan penuh keimanan kepada Allah. 


“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah (Qs Ali Imran: 110). (IM)


Sumber: Majalah SM Edisi 17-18 Tahun 2020

Iklan