![]() |
Oleh: Prof KH Dadang Kahmad, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Di tengah-tengah kebhinekaan masyarakat Indonesia, kita membutuhkan pemahaman Islam yang “tengahan” yang populer disebut dengan Islam wasathiyah.
Dengan kondisi ribuan pulau dan ratusan suku bangsa dan aneka ragam agama serta kepercayaan, Indonesia membutuhkan pemahaman agama yang bisa mempersatukan ke dalam sebuah negara kesatuan yang kuat.
Islam wasathiyah dicirikan dengan moderat (tawasuth), adil (‘adalah), toleransi (tasamuh), dan seimbang (tawazun).
Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar yang mengangkat tema “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan” menghasilkan lima pilar Islam berkemajuan yang bisa menjadi landasan karakter Islam wasathiyah yang dibutuhkan itu.
1. Kemurnian tauhid
Tauhid merupakan doktrin sentral dan pintu gerbang Islam. Dengan tauhid, manusia mendapatkan kekuatan dan kemerdekaan dalam hidupnya seperti tertuang dalam QS An-Nahl ayat 99-100.
Kemurnian tauhid menjadi sumber kekuatan Muhammadiyah untuk melawan semua bentuk penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan manusia.
2. Pendalaman Al-Quran dan As-Sunnah
Setiap praktik keagamaan baik dalam akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah harus berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah dengan pemahaman yang inklusif.
Dengan pemahaman ini, setiap putaran zaman akan dihadapai dengan optimisme, bukan pesimisme sehingga peradaban akan semakin maju dan berkembang.
3. Amal saleh fungsional dan solutif
Iman seseorang tidak sempurna tanpa kegiatan amal saleh. Muhammadiyah sudah melakukannya selama satu abad lebih dalam hal beramal saleh untuk bangsa dengan pendirian ribuan alam usaha.
4. Berorientasi kekinian dan masa depan
Islam modern yang diusung Muhammadiyah adalah realitas kekinian dan kedisinian sehingga hal ini mengharuskanya bergerak sesuai dengan pergerakan zaman. Realitas konstruktif adalah misi utama Islam wasathiyah yang diusung Muhammadiyah.
5. Toleran, moderat, terbuka, dan suka bekerja sama
Inilah pilar terpenting dari Islam wasathiyah yang diusung Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak memaksakan pikiran dan kehendak secara fanatik. Ada keseimbangan antara menjaga purifikasi dan modernisasi, tidak ekstream kiri ataupun kanan.
Itulah lima pilar Islam wasathiyah yang diusung Muhammadiyah selama satu abad ini. Yang pantas disebut Islam tengahan yakni pemahaman Islam yang menggunakan empat kaidah.
Pertama, santun, tidak keras, dan tidak radikal. Kedua, sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengintimidasi. Ketiga, toleran, tidak egois, dan tidak fanatis. Keempat, saling mencintai, tidak saling bermusuhan dan membenci.
Lima pilar Islam berkemajuan di atas diharapkan mampu menciptakan gerakan Islam yang menjadi acuan bagi masyarakat muslim Indonesia untuk bersama-sama menghadapi gerakan Islam yang keras tanpa kompromi dan radikal.
Muhammadiyah sebagai pilar utamanya harus mampu memberikan contoh teladan bagi kelompok lain dalam kesantunan, kerendahan hati, toleran, dan welas asih.
Namun, dengan menilik keadaan di lingkungan Muhammadiyah yang belum selesai dengan mengkompromikan antara agama dan budaya lokal.
Banyak aktivis dakwah Muhammadiyah masih menyikapi vis to vis dengan budaya lokal sehingga dikesankan Muhammadiyah adalah organisasi dakwah yang anti-budaya lokal.
Oleh karena itu, masalah ini harus segera diselesaikan sehingga Islam berkemajuan (wasathiyah) yang diusung Muhammadiyah bisa menjadi model berislam yang dijadikan standar rujukan bagi gerakan-gerakan Islam lain di Indonesia. Wallahualam.***
Sumber: Majalah SM edisi 21