Iklan

Iklan

,

Iklan

Dahlan Iskan: Pemilihan di Muhammadiyah Itu Selektif, Berjenjang, dan Transparan

Redaksi
Selasa, 22 November 2022, 16:12 WIB Last Updated 2022-11-22T09:12:02Z


YOGYAKARTA
— Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan memuji sistem pemilihan kepemimpinan di Muhammadiyah. Menurutnya, sistem Pemilu Muhammadiyah berhasil tidak menciptakan polarisasi yang tajam di antara masyarakat. 


Lalu ia membuka diskusi, bisakah sistem ini menggantikan demokrasi ala Amerika Serikat yang diterapkan dalam sistem Pemilu di Indonesia?


“Saya merenungkannya: mungkinkah sistem Pemilu Muhammadiyah ini diadopsi untuk pilpres tingkat negara Indonesia. Kita tahu pemilu dan pilpres kita itu terlalu berdarah-darah. Terlalu memecah belah masyarakat. Kita memang bangga pada sistem demokrasi Amerika tapi kita tidak siap menirunya apa adanya,” terang Dahlan dalam tulisannya di Disway.id pada Senin (21/11/2022).


Sistem Pemilu Muhammadiyah dilakukan secara berjenjang dengan tingkat transparansi yang tinggi. Hal ini menungkinkan tidak adanya serangan fajar, kampanye terselubung atau membentuk kubu-kubuan. Sistem ini lebih mampu membawa nuansa silaturahmi dan musyawarah, bukan nuansa retorika politik.


“Saya wawancara dengan penggembira. Banyak di antara mereka yang saya kenal. Para penggembira itu tidak perlu kemrungsung menanti siapa yang terpilih jadi ketua umum yang baru. Proses pemilihan pimpinan pusat di Muhammadiyah sangat rasional,” puji Dahlan.


Proses pemilihan di tingkat pusat berlangsung sangat ketat. Pengurus Pimpinan Muhammadiyah Wilayah diminta mengusulkan 13 nama calon pimpinan pusat, terkumpul 200 nama. 


Kemudian diseleksi kembali menjadi 96 nama, untuk dibawa ke Sidang Tanwir. Pada Sidang Tanwir, semakin mengerucut jadi 39 nama. Setelah itu, dalam Sidang Muktamar, dipilih 13 nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


“Kenapa 13 nama? Bukan 17 atau 9 atau 5 atau 45? tidak ada alasan khusus. Menetapkan jumlah itu bisa menimbulkan perdebatan panjang. Apalagi kalau harus dikait-kaitkan dengan kekeramatan sebuah angka. Justru misi Muhammadiyah harus melakukan dekramatisasi angka. Maka dipilihlah angka 13. Sekalian jadi lambang dekramatisasi angka 13 yang dianggap sebagai angka sial,” tutur Dahlan.


Pada akhirnya, ucap Dahlan, iklim di Muhammadiyah sendiri yang juga memungkinkan sistem tersebut bisa dilaksanakan. Tertib administrasi dan tertib organisasi di Muhammadiyah terkenal disiplinnya. Pun dalam hal keuangan. Tidak ada keuntungan finansial apa pun untuk menjabat ketua umum Muhammadiyah.


“Akhirnya siapa yang jadi pimpinan Muhammadiyah sudah terseleksi secara ketat. Berjenjang. Transparan. Hampir tidak mungkin terjadi kasus salah pilih,” pungkas Dahlan.

Iklan