![]() |
Oleh: Dudy Imanuddin Effendi, Kaprodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung
BANDUNG — Pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah ke 48, bukan hanya menghasilkan gagasan-gagasan cerdas serta program kerja yang progresif untuk kemaslahatan dan kemajuan persyarikatan, rakyat Indonesia secara umum, tetapi juga telah menampilkan teladan terbaik dalam praktik berdemokrasi.
Salah satunya, komentar tentang pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah ini muncul dari Dahlan Iskan. Beliau menyebutkan bahwa sistem pemilu di Muhammadiyah semakin teruji baiknya.
Dari awal sampai akhir, Muktamar Muhammadiyah ke-48 telah menunjukkan bagian dari silaturahni yang penuh kedamaian, keramahan, dan kesantunan. Kata Dahlan Iskan, tidak ada kubu-kubuan, tidak ada tim sukses yang saling berseteru, tidak ada kampanye terselubung, bahkan tidak tercium adanya serangan fajar berupa politik uang sama sekali.
Lagi-lagi Dahlan Iskan menguatkan komentarnya bahwa sistem pemilu yang telah ditampilkan oleh Muhammadiyah dalam setiap momentum muktamar bisa menghindari banyak virus yang bisa merusak organisasi.
Di balik hal positif yang telah ditampilkan dalam Muktamar ke-48 oleh seluruh lapisan kader Muhammadiyah, mulai dari utusan peserta resmi sampai dengan ribuan pengembira.
Ada hal yang menarik, kenapa sistem pemilihan kepemimpinan yang telah ditampilkan oleh Muhammadiyah dalam Muktamar ini jauh dari resistensi kampanye terselubung, politik uang, kampanye hitam, domain popularitas, carmuk, motif-motif kekuasan pribadi, intervensi dari pihak eksternal organisasi, perseteruan antar tim sukses dan lainnya, yakni: “karakter dan etos diri yang positif dalam setiap gerak kehidupan”.
Kualitas karakter dan etos diri positif ini menurut Haedar Nashir akan terwujud jika selalu belajar lima hal utama dalam bekerja dan mengarungi kehidupan.
Pertama, nilai integritas sebagai spirit, keikhlasan, jujur, dan amanah yang harus dimiliki oleh para kader persyarikatan Muhammadiyah.
Baginya, siapa pun yang ingin maju, maka dia harus punya integritas. Nilai integritas adalah hal utama bahkan segalanya dalam menjalani kehidupan termasuk di ruang persyarikatan Muhammadiyah.
Sekali kehilangan integritas, maka akan kehilangan kepercayaan (trust). Dan sekali kehilangan trust, maka dia kehilangan semuanya.
Oleh karena itu, nilai integritas itu merupakan kekayaan paling berharga yang harus selalu dijaga oleh siapa pun termasuk oleh para kader dan pimpinan yang ada di Muhammadiyah.
Jika menilik pernyataan Haedar Nashir ini, jauh-jauh hari sudah banyak para filosof dan para bijak yang telah mengatakan bahwa nilai integritas merupakan kualitas tertinggi dalam menjalani kehidupan.
Misalnya, Plato pernah menyebutkan dalam karyanya “Politeia” bahwa nilai integritas adalah takdir terbaik seseorang. Integritas adalah cahaya yang dapat membimbing kepada jalan yang benar.
Craig D. Lounsbrough dalam buku “An Intimate Collision: Encounters with Life and Jesus” telah menyebutkan bahwa integritas adalah hal yang menyatukan semua yang baik di dalam diri kita sebagai cara untuk mengatasi semua yang buruk di sekitar kita.
Dalam konteks kepemimpinan, seperti disebutkan dalam buku “The Eisenhower Doctrine”, bahwa kejujuran dan integritas adalah kunci utama untuk menjadi seorang pemimpin ideal.
Artinya, kualitas tertinggi dari kepemimpinan yang ideal adalah integritas. Tanpa integritas tidak ada kesuksesan yang nyata, tetapi yang akan hidup hanya pelbagai pencitraan kamuflase dan kebohongan belaka.
Oleh karena itu, menurut Les Brown dalam “The Greatness Within You: Believe In Yourself And Discover Your Potential”, hormati setiap komitmen dengan nilai integritas agar kenyataan hidup selalu positif dan berkualitas”.
Kedua, nilai profesionalitas dengan ditandai memiliki kompetensi atau skill tertentu. Kata Haedar Nashir, hakikatnya dalam kompetensi atau skill ada responsibilitas.
Artinya, ahli dan bertanggung jawab atas keahliannya. Kata beliau, memiliki keahlian tapi tidak bertanggung jawab, maka kemungkinan akan muncul perilaku cacat moral.
K Beretns dalam “Professional Ethics” menyebutkan bahwa profesional bukan hanya memiliki kompetensi pengetahuan dan skill, tetapi juga di dalamnya terkandung tanggung jawab, integritas yang tinggi, jiwa pengabdian kepada masyarakat, kemampuan merencanakan, dan selalau menjaga kode etik.
Nilai profesional inilah, sepertinya yang telah dipelihara oleh para kader Muhammadiyah dalam menjaga Muktamar ke-48 tetap bersih, jujur, adil, dan elegan.
Dengan profesionalisme yang selalu ditransformasikan dari generasi ke generasi, Muktamar Muhammadiyah ke-48 sepakat dengan Janna Cachola dalam “Society Is a War Zone” bahwa pemimpin tidak boleh ditentukan oleh gaji, status peran, popularitas, atau jabatan seseorang. Itu harus ditentukan oleh etos kerja seseorang.”
Ketiga, nilai kreativitas dan inovasi dalam mengamalkan sesuatu yang baru dan bermanfaat. Semisal memaksimalkan pemilihan dengan model e-voting.
Bagi Haedar Nashir, perkembangan teknologi harus dimaknai secara positif. Artinya, dengan adanya kemajuan teknologi, Muhammadiyah selalu berbenah dengan memunculkan pelbagai kreativitas dan inovasi.
Proses mengasah kreativitas dan inovasi inilah yang ditanamkan oleh sesepuh Muhammadiyah dalam berkhidmat di Persyarikatan.
Bukan hanya mengasah seperti apa yang dikatakan oleh Albert Einstein, “Creativity is intelligence having fun”, tetapi juga butuh terus mengasahnya sebagaimana disebutkan oleh Duradcell, “Creativity bleeds from the pen of inspiration.“
Keempat, nilai etos yang merupakan spirit untuk selalu berbuat yang terbaik. Kata Haedar Nashir, “Islam itu penuh dengan etos.” Di antara bentuk etos itu adalah hidup dengan tidak menyia-nyiakan waktu.
Nicole Kidman seorang artis Hollywood dalam “Biography” pernah mengatakan, “Saya diajari etos kerja yang sangat kuat yang mencakup ketepatan waktu, yang selalu saya rasakan sebagai tanda menghormati orang lain.”
Mike Krzyzewski dalam “Leading with the Heart” pernah mengatakan, “Saya percaya bahwa pekerjaan itu bagus kalau diiringi etos kerja yang bagus juga. Dengan etos yang bagus, seseorang bisa memahami bahwa dalam setiap pekerjaan terdapat martabat dan etika kerja keras yang harus senantiasa dijaga.
Bagi Mike, nilai etos kerja inilah yang dapat membentuk pemimpin yang kuat dan memiliki integritas yang tinggi.
Calon-calon pemimpin atau pemimpin yang selalu mempromosikan sifat-sifat yang solid seperti etika kerja, gaya hidup yang bermartabat, tindakan yang sesuai dengan retorika, kejujuran, keadilan, menghormati hak orang lain, dan kinerja yang benar-benar nyata daripada kesombongan dan klaim saja.
Kelima, nilai pengkhidmatan yang dapat membimbing seseorang untuk mencintai pekerjaannya dan senantiasa bergembira. Bahagia dan bisa menikmati hidup meskipun di saat menghadapi banyak masalah.
Pengkhidmatan yang dapat membimbing kepada tindakan yang baik dan benar dengan didasari oleh kerelaan, keikhlasan, dan empati.
Konon menurut Denis Waitley dalam “Psychology of Winning”, nilai pengkhidmatan sebagai sumber tindakan yang dapat mendatangkan kebahagian.
Sebab hakikatnya pengkhidmatan merupakan penciptaan pengalaman spiritual dari cara menikmati setiap detik kehidupan seseorang dengan penuh rasa cinta, rasa syukur dan terima kasih serta penghambaan kepada Tuhan yang menciptakannya.
Nilai pengkhidmatan inilah yang dalam seloroh Haedar Nashir saat pembukaan sidang Tanwir di Muktamar ke-48 bahwa terpilih atau tidak terpilih tetap harus bahagia karena siapa pun yang terpilih karena hanya “sejengkal dimajukan dan seinci ditinggikan”.
Oleh karena itu, kami di persyarikatan Muhammadiyah tetap harus bisa menjalankan amanah dengan kekompakan dan keutuhan serta kebersamaan dalam spirit ukhuwah iman dalam berbagi di ruang-ruang pengkhidmatan dengan pelbagai dinamikanya.
Sepertinya bagi semua lapisan kader persyarikatan Muhammadiyah, termasuk juga Haedar Nasir, berpikir tentang hal-hal yang bersifat kepentingan pribadi tidak terlalu penting dibandingkan dengan pentingnya memikirkan pergerakan Muhammadiyah ke depan dalam menata risalah Islam berkemajuan, kemampuan menjawab isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal dalam setiap jenjang jenjang kepengurusan.
Juga memelihara hal pokok berupa orientasi tadayyun (menanamkan nilai-nilai religius) keislaman agar semakin kokoh, mencerdaskan, meneguhkan, dan mencerahkan, sebagaimana perspektif Islam berkemajuan dan risalah pencerahan Muhammdiyah.
Secara objektif, jejak hikmah yang bisa diambil dari keberlangsungan muktamar Muhammadiyah ke-48 di Kota Solo, Jawa Tengah, adalah teladan yang baik dan benar dalam membangun organisasi keumatan, mengembangkan model pengabdian, dan melakukan sistem pemilihan kepemimpinan yang penuh dengan nilai-nilai trust, amanah, integritas, profesionalisme, kreativitas, inovasi, etos kerja positif, dan pengabdian yang empatik.
Semunya berpusat pada pijakan etika yang luhur, yakni nilai-nilai religius Islam. Tanpa ini, sepakat dengan Albert Camus dalam “Mitos Sisifus”, seseorang tanpa etika ibarat binatang buas yang diilepas dari dunia ini.
Saat menerjemahkan metaporis binatang buas ini, Christian Heck dan Remy Cordonnier dalam “The Grand Medieval Bestiary” telah mengilustrasikan bahwa karakter binatang buas adalah keji, licik, suka menipu, sangat agresif dalam menyerang, tidak dipercaya, memakan hak orang lain, dan lainnya.
Lalu bagaimana, harapan yang diungkapkan Dahlan Iskan saat menyimak keberlangsungan Mukmatar yang elegan ini?
Kata Dahlan Iskan, “Saya merenungkannya: mungkinkah sistem pemilu Muhammadiyah ini diadopsi untuk pilpres tingkat negara Indonesia. Kita tahu pemilu dan Pilpres kita itu terlalu berdarah-darah, terlalu mahal, dan terlalu memecah belah masyarakat.”
Bisakah? Kuncinya adalah pelaksanaan pemilu dan Pilpres harus menjaga nilai-nilai trust, amanah, integritas, profesionalisme, kreativitas, inovasi, etos kerja positif, dan pengabdian yang empatik, mulai dari calon presiden dan wapresnya, calon legislatif, tim pemenangan masing-masing calon, panitia pelaksananya, sponsor, dan bahkan rakyatnya sendiri sebagai pemilik suara.
Tanpa niali-nilai tersebut, bisa dikatakan mustahil jika keberlangsungan pemilu dan Pilpres nanti dapat berjalan jujur, adil, santun, sehat, dan mendamaikan semua pihak.***