Iklan

Iklan

,

Iklan

Buya Cecep: Ruh Islam Sesungguhnya ialah Moderat!

Redaksi
Minggu, 12 Februari 2023, 09:47 WIB Last Updated 2023-02-12T02:47:20Z


BANDUNG
—Dalam bahasa Arab, moderat memiliki ragam makna seperti wasathiyyah, tawazun, dan ta’adul. Semua arti ini menunjukkan makna keseimbangan yang terjadi di antara dua ujung yang saling bertentangan. 


Ya, tidak mengambil salah satunya atau membuang salah satunya lebih banyak dari yang lain. Mengambil posisi di tengah sehingga membuat keadaan menjadi seimbang.


Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung Cecep Taufikurrohman mencotohkan beberapa istilah yang saling bertentangan seperti nilai-nilai ketuhanan (al-rabbaniyyah) dan kemanusiaan (al-insaniyyah), dimensi materi dan ruhani, dunia dan akhirat, individu dan kolektif, dan lain-lain. 


Apabila tidak mengambil jalan tengah atas dua konsep yang saling bertentangan ini, maka akan menimbulkan banyak masalah.


“Misalnya nilai-nilai ketuhanan itu seperti tidak butuh makan, tidak butuh minum, tidak butuh sesuatu di luar dirinya, dan lain-lain. Kalau ini dipraktekkan oleh kita, maka akan timbul masalah. Pun demikian jika hanya mengandalkan nilai-nila kemanusiaan, maka kita akan kehilangan Tuhan,” terang Cecep dalam Gerakan Subuh Mengaji pada Jumat (10/02/2023).


Buya Cecep menegaskan bahwa moderasi bukan sifat dalam Islam melainkan hakikat Islam sendiri. Konsepsi ini memiliki pijakan kuat pada ayat Al-Quran tentang ummatan wasatha dalam QS al-Baqarah ayat 143. 


Dalam QS. Al Jumu’ah ayat 9-10 juga menampilkan gaya hidup moderat di mana seorang muslim hendaknya beragama secara proporsional, yaitu: disiplin dalam mengerjakan ibadah kepada Allah dan mencari rezeki untuk keluarga.


“Kita tidak boleh terlalu sibuk dengan urusan duniawi seperti dagang hingga lupa waktu ibadah. Juga kita tidak boleh sibuk dengan urusan ukhrawi yang lupa akan urusan-urusan kita dengan keduniaan. Ada saatnya kita mengerjakan ibadah, demikian juga ada saatnya kita bekerja,” tutur Cecep.


Nabi Muhammad pernah menampilkan sikap wasathiyah ketika berdialog dengan para sahabat. Kisah yang direkam ‘Aisyah ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan agamanya dengan baik. 


Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu salat malam dan tidak pernah tidur; dan tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah. 


Rasulullah saat itu menegaskan bahwa ‘aku yang terbaik di antara kalian’. Karena Nabi berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, dan menikah.


“Dari hadis ini kita bisa ambil satu kesimpulan bahwa jika ada klaim Islam yang didakwahkan tetapi tidak memiliki nilai-nilai moderasi, maka ia kehilangan substansi Islam itu sendiri. Moderasi merupakan ruh Islam yang menjadi ruh Muhammadiyah,” tegas buya Cecep. ***

Iklan