Iklan

Iklan

,

Iklan

Kepemimpinan Profetik-Transformatif

Redaksi
Jumat, 24 Februari 2023, 16:31 WIB Last Updated 2023-02-24T09:31:09Z


Oleh: Dr. Dadang Syaripudin, MA


CIREBON - Kunci keberhasilan suatu organisasi, biasanya dimulai dengan beberapa pertanyaan berikut ini: Bagaimana cara kita menggerakkan potensi sumber daya yang tersedia? Mungkinkah kita bisa mewujudkan visi dan misi yang sudah dirumuskan oleh organisasi? Bagaimana pula kita mengubah kinerja organisasi supaya menjadi unggul dan mampu berkompetisi dengan organisasi lain? Bagaimana suatu organisasi bisa beradaptasi dengan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbagai perubahan yang tidak menentu (disruption)?


Empat pertanyaan di atas, tampaknya sangat relevan dalam konteks pengembangan Muhammadiyah di Jawa Barat, jika kita memimpikannya sebagai organisasi yang modern dan berkemajuan. Bagaimana tidak, potensi sumber daya manusia yang dimiliki Muhammadiyah Jawa Barat begitu melimpah. Amal Usaha juga telah berdiri dan berkembang di berbagai daerah. Struktur organisasi sudah lengkap, dan motivasi berorganisasinya sudah sangat luar biasa. 


Yang diperlukan Muhammadiyah Jawa Barat sesungguhnya kepemimpinan yang kuat (strong leadership), berintegritas (integrity), cerdas (smart) dan ikhlas (whole-hearted). Kita bisa menyebutnya sebagai kepemimpinan (meminjam istilah Kuntowijoyo) profetik, karena nilai-nilai dan karakter kepemimpinan itu bisa ditemukan dan diteladani dari Nabi Muhammad SAW, serta secara praktis juga telah diamalkan oleh KH. Ahmad Dahlan. 


Muhammadiyah tidak akan mungkin berkembang dan berhasil beradaptasi dengan perkembangan zaman, jika pendirinya memiliki karakter yang lemah, tidak jujur, kurang cerdas dan hanya mementingkan diri sendiri. Sebagus apapun programnya, jika actor penggeraknya tidak memiliki karakter kepemimpinan profetik, tentu tidak akan berhasil dengan sukses.


Kepemimpinan profetik lebih dibutuhkan karena tantangan Muhammadiyah untuk mewujudkan visi dan misinya tentu akan semakin besar. Terlebih, dunia kini sedang menghadapi era disrupsi di tengah-tengah perkembangan teknologi informasi yang canggih serta perubahan social-budaya yang sangat kompleks. Oleh karena itu, pengurus Muhammadiyah Jawa Barat yang dibutuhkan sekarang adalah kader-kader yang memiliki semangat belajar yang tinggi (eager to learn), pikiran yang terbuka (open mind), memiliki pemahaman keagamaan yang kuat (tafaqquh fiddin), dan berjiwa altruist, selalu memikirkan kepentingan ummat dibandingkan memikirkan keuntungan dirinya sendiri. 


Lebih dari itu, berpikiran terbuka dan bersedia untuk mengakomodasi perbedaan ataupun perubahan merupakan kuncil kepemimpinan yang efektif dan inovatif. Pimpinan Muhammadiyah perlu menjadikan Kyai Ahmad Dahlan sebagai role model kepemimpinan di zaman modern. 


Selalu terbuka dengan gagasan baru, dan jika ada perbedaan pendapat, perubahan maupun perkembangan zaman, selalu terampil mengakomodasi tanpa kehilangan ruh ke-Islaman-nya yang berkemajuan. Para pimpinan Muhammadiyah di berbagai level harus pintar mendengarkan, menyerap aspirasi dan mengambil inspirasi dari siapapun, sehingga dapat membawa gerbong persyarikatan ke arah yang berkemajuan dan mencerahkan semesta.


Mengemban amanah sebagai pengurus Muhammadiyah bukan perkara mudah dan asal sekedar menjabat. Karena banyak masalah yang harus diselesaikan dengan cerdas, sistematis dan tanpa menimbulkan masalah yang baru. Muhammadiyah perlu memiliki figure yang mau dan mampu menyelesaikan masalah dengan jernih dan tenang, walaupun ada kemungkinan tidak membuat semua orang senang. Muhammadiyah membutuhkan figure problem solver yang dapat mengeluarkan kebijakan yang efektif dan solutif, bukan problem maker yang selalu mendatangkan masalah dan menjadi beban persyarikatan. 


Kepemimpinan Transformatif


Oleh karena itu, selain kepemimpinan profetik, Muhammadiyah juga memerlukan kepemimpinan transformatif. Kepemimpinan yang mampu mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang tersedia, mengubah konflik menjadi amunisi untuk berkreasi dan berinovasi. Kepemimpinan transformatif akan menggerakkan budaya organisasi menjadi lebih efektif dan efisien. 


Bukan sekedar membenarkan yang biasa akan tetapi membiasakan yang benar. Seperti bunyi suatu kaidah “al-muhafadhatu ‘ala al-qadim al-shaalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah” (melestarikan budaya organisasi terdahulu yang positif, dan melakukan terobosan serta kebijakan-kebijakan baru yang lebih baik dan efektif).


Kepemimpinan transformatif adalah kepemimpinan yang memiliki kapasitas bekerjasama dengan orang lain untuk merumuskan visi Lembaga/organisasi. Kerjasama dan visi merupakan kunci dalam sebuah kepemimpinan di Muhammadiyah. 


Tanpa kerjasama dan visi yang jelas, suatu organisasi atau kepemimpinan akan sulit bergerak dan berjalan tanpa arah. Karena itu, kerjasama dan visi merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi dinamika dan progresivitas organisasi. 


Di dalam dunia yang sangat kompetitif ini, tidak ada Lembaga ataupun organisasi yang bisa maju sendirian, tanpa adanya kolaborasi dan inovasi yang kreatif. Muhammadiyah Jawa Barat sekarang ini memerlukan pengurus yang lebih aktif, lebih solid, dan terampil berkomunikasi dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), baik dengan internal Muhammadiyah sendiri (mulai dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang sampai Pimpinan Ranting), maupun berjejaring dengan pihak-pihak eksternal, seperti lembaga pemerintahan, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun Lembaga-lembaga internasional. Melaksanakan program secara berjamaah dan kolaboratif, akan memudahkan Muhammadiyah untuk mewujudkan risalah Islam berkemajuan yang berkontribusi bagi semua umat dan semua alam (rahmatan lil’aalamiin).


Dengan karakter kepemimpinan profetik-transformatif, kita patut merasa optimis bahwa Muhammadiyah Jawa Barat akan menunjukkan keunggulannya, serta mampu mewujudkan masyarakat utama yang sebenar-benarnya. Insya Allah!

Iklan