Iklan

Iklan

,

Iklan

Membangun Pusat Keunggulan Muhammadiyah Jawa Barat

Redaksi
Selasa, 28 Februari 2023, 09:16 WIB Last Updated 2023-02-28T02:16:08Z


Oleh: Dr. Iu Rusliana, M.Si, CHRA
| Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat 2014-2018


CIREBON - Ayahanda Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof.Dr.H. Haedar Nashir, M.Si dalam berbagai kesempatan selalu menegaskan harapannya tentang pusat keunggulan di Jawa Barat. Demikian pula Ayahanda Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sering menyampaikan kegelisahan dan komitmen mendukung Muhammadiyah Jawa Barat untuk bisa sejajar dengan wilayah lain. Harus diakui bahwa, Jawa Barat masih tertinggal dibanding provinsi lain. Dasar pemikiran ini pula yang menjadi landasan dari tulisan sederhana ini. 


Dari perspektif Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, pusat keunggulan merupakan titik sentral gerakan penguatan di lingkup masing-masing daerah. Yang maju membantu yang belum maju, pimpinan persyarikatan memberikan pembinaan, bukan cawe-cawe untuk kepentingan pribadi. Persyarikatan dan pengelola amal usaha duduk bersama membangun organisasi dengan penuh semangat berkemajuan. Lahirlah amal usaha yang unggul dan dapat menjadi cahaya dari kegelapan amal usaha lain yang baru bangkit atau baru saja didirikan. Seperti halnya banyak PTM yang mendukung keberadaan PTM lainnya, seperti itu lah gambaran sederhana dari semangat ini.


Pusat keunggulan lahir dari hasil audit internal tentang kondisi objektif dan terkini  masing-masing daerah. Faktanya memang, ada daerah yang sudah berkembang maju, namun ada pula yang masih harus berjuang. Ada daerah dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, namun kurang sinergi dan terkesan tak memberi dampak kebaikan bagi daerah tersebut. 


Selain itu, jika berkunjung, kadernya hanya itu-itu saja, tidak ada perkembangan. Baik itu IPM, IMM, Pemuda Muhammadiyah, NA, TS dan HW, tidak jauh dari kader-kader itu. Padahal ada banyak AUM pendidikan yang maju berkembang. Tentu saja ini menjadi tantangan bersama dan harus menjadi komitmen untuk membangun proses kaderisasi yang berkelanjutan, berdaya saing di masa depan.  


Apa kelemahan daerah tersebut, apa keunggulannya, lalu bagaimana peluang dan tantangannya, semuanya dapat diindentifikasi bersama. Dari hasil audit internal dan eksternal itu lah, dapat dimulai peta jalan langkah strategis persyarikatan. Setiap daerah tidak perlu sama, tapi tidak jauh tertinggal. Semuanya berkembang berdasarkan keunggulan masing-masing. Keunggulan yang lahir dari kekuatan internal persyarikatan di daerah tersebut.


Apabila hal tersebut telah diidentifikasi, maka mulailah melangkah menyusun tahapan mulai dari satu tahun, dua tahun, menengah dan panjang. Semua itu menjadi bahan dasar pemikiran sekaligus proses melangkah persyarikatan di daerah tersebut. Semuanya pengurus dan kader mengetahui, memahami dan berkomitmen untuk memperjuangkannya. Untuk dapat tercipta situasi seperti itu, pembinaan wilayah ke daerah, komunikasi organisasi yang bersifat resmi dan tidak resmi dilakukan dengan terencana dan terprogram dengan baik.


Banyak capaian telah diraih di wilayah dan daerah. Banyak pula agenda yang belum sepenuhnya terealisasi. Hasil audit internal dan eksternal itu pula menjadi modal awal untuk membangun kolaborasi gerakan dengan berbagai pihak. Jangan ada yang berjalan sendiri, karena ini organisasi, jamaah, persyarikatan. bergandengan tangan dan berkolaborasi adalah kunci. Diskusikan siapa melakukan apa. Baca potensi dan bergerak sinergi. Dorong terus agar bergerak, sehingga banyak pihak terlibat. Evaluasi setiap hambatan dan tantangan, lalu dicarikan bersama solusinya.  


Komitmen organisasi dan kader menjadi kata kunci, modal bagaimana persyarikatan ini maju berkembang. Mulailah melangkah dengan niat ikhlas membangun persyarikatan, mencapai tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.  Tentu saja di posisi masing-masing organisasi di semua tingkatan komitmen ini harus dibangun. Baik wilayah, daerah, cabang maupun ranting serta semua amal usaha disetiap tingkatan. 


Bagaimana memulainya? Tentu saja dimulai dari rencana organisasi yang ditetapkan dalam forum musyawarah tertinggi. Oleh karena itu, hendaknya musyawarah wilayah itu soal ide, gagasan, bukan soal siapa yang menjadi calon ketuanya juga formaturnya. Musyawarah wilayah, musyawarah daerah, musyawarah cabang dan ranting hendaknya menjadi forum bermartabat, penuh dengan ide-ide besar membangun organisasi. Bukan pertarungan kelompok siapa menduduki apa. Siapa yang menjadi ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan seterusnya. Bukan itu seharusnya yang berkembang. Tapi ide besar apa tentang organisasi ini yang harus menjadi fokus bersama semua pimpinan dan diperjuangkan bersama.


Lima Pusat Keunggulan


Dari sekian banyak hasil identifikasi masalah dan kebutuhan persyarikatan Muhammadiyah Jawa Barat, tersimpul lima besar yang harus didorong menjadi pusat keunggulan. Pusat keunggulan perguruan tinggi, pusat keunggulan sekolah/madrasah/pesantren, pusat Keunggulan layanan kesehatan, pusat keunggulan layanan sosial dan kaderisasi. Tentu saja artikel ringan ini tidak bisa secara detail memberikan gambaran.


1. Pusat Keunggulan PTM


Di semua regional, perguruan tinggi Muhammadiyah berdiri. Di Kuningan, Cirebon, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar dan bahkan sebentar lagi di Pangandaran. Bahkan Universitas Aisyiyah juga telah berdiri dan siap menjadi bagian dari gerakan dakwah pendidikan. 


Apabila semua PTM ini dikolaborasikan, tentu atas arahan dan koordinasi penuh dengan Majelis Dikti Pimpinan Pusat, maka PTM sebagai pusat keunggulan akan terealisasikan. Saling membagikan keunggulan, saling belajar dari kekurangan dan mengembangkan PTM. Bukan saatnya lagi masing-masing merasa hebat dan menyimpan rahasiah strategi pengembangan. Jika sudah maju, PTM lain di Jabar harus diajak maju.


Memang bukan perkara mudah karena soal ego dan gengsi. Namun apabila Pimpinan Wilayah memiliki wibawa dan mendapat dukungan penuh Majelis Dikti, hal ini bukan hal susah. Kesadaran pentingnya berkolaborasi menjadi kunci. Jika diinternal Jabar udah ngahiji, maka saat bernegosiasi dengan PTM lain di luar, para PTM yang sudah berkembang maju, tidak lagi menjadi sesuatu yang susah. 


PWM Jabar akan berwibawa apabila memahami benar tatakelola perguruan tinggi dan pimpinannya memiliki integritas kuat. Kalau kepentingan pribadi yang menonjol, maka akan sulit untuk dapat memastikan agenda ini tercipta. Buahnya tidak akan dipetik setahun dua tahun, tapi percayalah bahwa berjamaah membawa berkah. Kuncinya ikhlas, mau berbagi dan bersedia saling menolong dalam takwa.

  

2. Pusat Keunggulan Sekolah/Madrasah/Pesantren


Ada sekolah/madrasah/pesantren favorit, namun ada pula yang sedang menuju bangkrut tanpa murid/santri. Itu lah faktanya dan hal ini tidak boleh berkepanjangan. Harus punya komitmen, rencana dan agenda. Tidak kah adanya promosi bersama? Mungkinkah adanya forum bersama yang saling menguatkan. 


Pimpinan AUM kadang merasa hebat sendiri. Bahkan sebaliknya, pun demikian, pimpinan persyarikatannya merasa memiliki yang tinggi hingga tak mau menyerahkan kepada yang ahli, kecuali keluarga sendiri. Ayo lah, ini organisasi, jangan menjadikannya kecil karena kepentingan pribadi. 


Mulai dengan desain jangka pendek, menengah dan panjang pembangunan sekolah/madrasah/pesantren di Jawa Barat. Atur lah pola pembagian kewajibannya dari tingkat wilayah hingga cabang dengan baik. Musyawarahkan dan putuskan kebijakan bersama. Identifikasi kelemahan tiap lembaga tersebut, lalu perbaiki. Identifikasi kekuatan dan keunggulannya untuk kemudian dilakukan langkah-langkah strategis. Ngurus AUM itu tidak boleh sendirian, bergeraklah, saling mendukung. Mungkin yang kerap jadi soal adalah komitmen saling menyejahterakan. Bicarakan itu baik-baik dan aturlah secara proporsional. Percayalah yang segalanya ingin oleh sendiri karena serakah tidak akan berkah.


Identifikasi pula kepemimpinannya, promosinya, sumberdaya insaninya. Mulailah kembangkan dan pastikan tercipta pola yang tepat dan memajukan. Ini memang pekerjaan yang tidak mudah. Tapi kan Muhammadiyah itu organisasi modern, masa dikelola dengan cara-cara yang tidak modern. Buahnya tidak bisa dipetik langsung, tapi kita semua paham, tak ada yang instan, berproses dengan baik dan berdimensi jangka panjang.

   

3. Pusat Keunggulan Layanan Kesehatan 


Poliklinik dan rumah sakit menjadi identitas layanan kesehatan. Tapi berapa banyak dokter, bidan, perawat dan sumber daya insani yang juga kader gerakan persyarikatan, tentu saja masih dipertanyakan. Keberadaan rumah sakit yang sudah ada di daerah, hendaknya menjadi pilar awal untuk membangun gerakan dakwah bidang kesehatan di masa yang akan datang. Rumah sakit harus dikelola dengan baik agar berkemajuan, bukan direcoki berbagai persoalan akhirnya kelelahan oleh hambatan-hambatan. 


Pimpinan yang membidangi ini hendaknya memiliki rencana jangka pendek, menengah dan panjang tentang bagaimana layanan kesehatan secara merata ada di setiap daerah. Bergeraklah, karena dalam kebaikan selalu dibukakan jalannya oleh Tuhan. Pada keikhlasan akan melahirkan keunggulan. Akreditasi rumah sakitnya, penguatan sumber daya insani, dorongan fasilitasi untuk naik kelas dan berbagai agenda pembinaan juga pengembangan harus menjadi perhatian dalam membangun AUM kesehatan.


4. Pusat Keunggulan Layanan Sosial


Apakabar panti asuhan? Bagaimana akreditasinya? Bagaimana kiprah alumninya? Peran donaturnya dan tata kelolanya,  semuanya harus menjadi agenda dan perhatian untuk membangun layanan sosial. Dakwah nyata bagi kaum mustadh’afin. Tidak boleh ada kesenjangan. Ada panti asuhan yang maju berkembang, ada yang hilang tak berbekas. Peran dari pimpinan di tiap tingkatan untuk memastikan hal ini tidak terjadi. Pimpinan wilayah terasa keberadaannya di tingkat daerah. Daerah terasa perannya oleh pimpinan cabang, demikian pula ranting merasakan keberadaan cabang. Saling membina, mendukung dan menguatkan juga membesarkan.


5. Pusat Keunggulan Kaderisasi


Spirit empat keunggulan di atas, puncaknya sebenarnya di kaderisasi. Masa depan organisasi itu ditentukan oleh kekuatan kaderisasi. PTM, sekolah/madrasah/pesantren, rumah sakit dan panti asuhan adalah pemasok utama kader-kader terbaik dan militan. Jika empat pusat keunggulan itu tidak terbangun, maka kaderisasi menjadi sekedar impian. Organisasi otonom hanya akan diam di tempat, tanpa dinamika dan kekuatan organisasi yang kokoh. Oleh karena itu, pastikan keempat pusat keunggulan terbangun, maka masa depan persyarikatan akan gemilang sesuai harapan.


Lima Penguatan Gerakan


Lima penguatan gerakan ini sebenarnya lebih merupakan isu yang paling menonjol saja berdasarkan hasil komunikasi dan serap aspirasi dengan lingkup Angkata Muda Muhammadiyah di Jawa Barat dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah  di Jawa Barat.


1. Penguatan Organisasi 


Secara vertikal ke atas dan ke bawah, semuanya harus terkelola baik. Ke pimpinan pusat, penuh dengan suasana silaturahmi dan konsultasi. Bukan datang hanya melempar masalah atau membawa masalah yang tak sanggup diselesaikan di tingkat wilayah. Bangun integritas personal pimpinan wilayah, sehingga pimpinan pusat melihatnya penuh rasa hormat. Demikian pula, bangun komunikasi dan relasi yang baik dengan pusat dan daerah, karena organisasi itu berkembang dengan bimbingan di atasnya, dan dukungan di bawahnya. Jangan lemah dari sisi etika dan komunikasi personal dan organisasi.


Daerah harus merasakan keberadaan wilayah. Membimbing, mendukung dan mengarahkan dengan baik. Bukan itu cawe-cawe dan masuk peta konflik. Tak sanggup jadi penengah, yang ada nambah-nambah masalah. Wilayah harus bersikap objektif, membantu mencarikan solusi dan mendukung kemajuan daerah.  Hal yang sama harus dilakukan daerah ke cabang dan cabang ke ranting. Alur komunikasi dan pembangunan organisasi akan bertumbuh baik. Bukan ramainya pada saat mau ada musyawarah. Tapi antar daerah, cabang dan ranting saling berlomba dalam kebaikan. Berkolaborasi, sinergi dan mendukung untuk kemajuan.


2. Penguatan Kaderisasi


Beasiswa ditingkat S-1, S-2 dan S-3 harus menjadi prioritas. Penguatan amal usaha sebagai pusat kaderisasi harus menjadi fokus kunci. Mendorong kader berkiprah di arena kebangsaan, seperti parlemen, berbagai komisi dan lembaga negara menjadi upaya bersama. Menguatkan keberadaan organisasi otonom sehingga sanggup berkiprah lebih luas menjadi ikhtiar utama lainnya. Kaderisasi bukan proyek simsalabim. Proyek jangka panjang, penuh dengan internalisasi nilai ideologi organisasi. Kader ngiclik (intil) juga harus dilakukan. Termasuk membiasakan para kader berbenturan dalam berbagai dinamika, agar medan latihannya meluas dan teruji secara mental dan daya juang. Kaderisasi adalah kunci dan jadikanlah pilar utama organisasi.


3. Penguatan Amal Usaha


Keberadaannya sangat penting menopang gerakan dan kemajuan organisasi. Amal usaha bukan untuk cawe-cawe kepentingan pribadi pimpinan. Amal usaha adalah lokomotif gerakan, bensin pergerakan. Amal usahanya maju, maka maju organisasinya. Terjamin kesejahteraan para pengurus dan kadernya. Oleh karena itu, kelolalah amal usaha dengan tata kelola professional-proporsional. Tak hanya soal profesionalitas, tapi asal proporsionalitas kaderisasi dan dukungan penuh pada seluruh agenda persyarikatan menjadi aspek pentingnya. 


Pimpinan persyarikatannya harus punya integritas, sehingga tak akan tergoda rayuan oknum pimpinan amal usaha. Pimpinannya punya konsep dan ide besar, sehingga memberikan dukungan dan pembinaan dengan benar. Pimpinan persyarikatan datang ke AUM bukan hanya untuk memberikan sambutan, tanpa isi dan ide besar. 


Kemampuan manajerial, ilmu manajemen dan berbagai aspek menjadi kunci agar AUM dapat berkembang. Kurangi faktor dinamika antar kepentingan pimpinan agar AUM berkembang maju tanpa hambatan.


4. Penguatan Posisi Sosial Politik 


Bagaimana posisi Muhammadiyah Jawa Barat di masa kelompok civil society dan politik? Tentu semuanya tergantung kekuatan internal persyarikatan. Kalau jelas sikapnya, tampil anggun dan menawan, banyak pihak akan memperhitungkan. Jika di media massa saja tidak pernah muncul, bagaimana orang tahu dan memperhatikan. Jika kelompok-kelompok struktural tidak dijadikan mitra, bagaimana mau maju berkembang. Semuanya harus bergerak sinergis, tak boleh masing-masing. Agar semua pilar dapat digerakkan. Kewibawaan organisasi terbangun dan bergerak ke tengah, bukan lagi di pinggiran. Akibatnya mendapatkan kue APBD yang merupakan hak hanya panyesaan.


Kekuatan lobi pimpinan persyarikatan harus hebatkan. Jejaring pusat dimaksimalkan, jangan berdiam diri di kantor, bergaul dan banyaklah ngopi-ngopi dengan para elit kunci di Jawa Barat. Banyak pintuk untuk mendapatkan kue pembangunan, hanya saja kalau asyik sendiri, tak mau merebut, tak ada yang mau memberikan dengan gratisan. 


Bergaul bukan berarti kehilangan jati diri organisasi. Bergaul menegaskan identitas namun menghormati sikap dan pilihan politik berbeda pihak lain. Tetap bergaul walau berbeda pandangan. Ada momen untuk berkolaborasi dengan organsiasi lain, lakukan langkah bergandengan tangan demi kemajuan persyarikatan.


5. Penguatan Keulamaan. 


Ulama tak hanya menguasai turats, kitab kuning. Ulama juga harus menguasai kitab putih, alias sains dan teknologi. Filsafat Ilmu KH Ahmad Dahlan sangat terbuka, mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu umum. Pesantren yang menjadi pusat keunggulan, menjadi kawah candradimuka lahirnya para Ulama di persyarikatan. Lagi-lagi, perlu dipersiapkan, direncanakan dalam bentuk program. Baik itu jangka pendek, menengah dan panjang, sehingga terkelola dengan baik. 


Keinginan bersama untuk membangun pusat keunggulan di Jawa Barat membutuhkan kekuasaan untuk merealisasikannya. Kolaborasi semua pimpinan di tingkat wilayah, daerah, cabang hingga ranting menjadi kunci keberhasilan. Bergandengan tangan mewujudkannya dengan program terukur menjadi langkah-langkahnya. Bismilaah, Laa haula wa laa quwwata illaa bilaah. 

Iklan