Oleh: Dr. Ace Somantri, M.Ag | Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat
BANDUNG - Pendiri dan penggerak Muhammadiyah Jawa Barat, H. Djamhari sosok kreator dan inovator gerakan sosial kemasyarakatan. Sekalipun seorang pedagang atau pengusaha, sifat dan karakternya tidak kapitalistik oriented.
Jiwa sosialnya cukup tinggi, baginya harta bukan segalanya yang membuat bahagia dunia dan akhirat melainkan kebermanfaatan hidup untuk orang banyak.
Hanya sayang, usia beliau tidak terlalu lama hidup didunia dan terlalu muda dipanggil oleh Sang Pemilik Alam semesta, andaikan saja beliau dapat hidup minimal rata-rata usia manusia pada era saat itu hampir boleh dikatakan usia orang-orang lebih dari 63 tahun hingga 80 tahun usianya.
Sementara beliau sudah wafat dibawah usia 50 tahun. Jiwa sosial yang produktif, senantiasa peka dan peduli pada gerakan Islam tidak peduli mereka siapa selama orang yang dia bantu adalah memiliki minat dan peduli pada gerakan dakwah Islam selalu dibantu. Begitulah sifat dan karakter H. Djamhari semasa hidupnya, wajar dan pantas beliau didatangi para tokoh pergerakan Islam berskala nasional.
Pasti dan sangat diyakinkan, ketika saat itu didatangi tokoh muslim berpengaruh di negeri ini menjadi indikasi bahwa H. Djamhari sosok orang yang berpengaruh dan memiliki intelektual minimal setara dengan Buya Hamka dan H. Agus Salim sebagai teman diskusinya.
Selain banyak interaksi dengan tokoh, ketika tercatat sebagai aktivis gerakan Syarikat Islam, itu menunjukkan wawasan politik Islam dan kebangsaannya sangat mumpuni.
Karena saat itu, syarikat Islam merupakan entitas sosial masyarakat muslim yang memberikan warna khusus dalam dinamika sosial politik kala itu di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Gerakan-gerakanya banyak mengganggu stabilitas politik Hindia Belanda, sehingga dipandang sebagai entitas politik yang mengancam kedaulatan kolonialis Belanda.
Kembali kepada sosok H.Djamhari, selain seorang pejuang kemerdekaan secara langsung atau tidak, dia juga seorang sudagar muslim yang sukses dan aktivis pergerakan Islam yang dihormati dan disegani.
Hal itu dikarenakan, sosok tokoh yang peduli dan peka pada sesama aktifis pergerakan juga memiliki jiwa filantropis. Tidak sedikit harta kekayaan aset bergerak maupun aset tidak bergerak diberikan kepada yang berhak menerimanya, termasuk wakaf kepada persyarikatan Muhammadiyah pun entah berapa jumlahnya.
Yang jelas, sifat dan karakter filantropisnya sangat dirasakan oleh entitas sosial dalam kelompok besar maupun kecil. Sehingga ketokohannya di Garut dan sekitarnya banyak dikenal masyarakat bawah.
Jiwa filantropis H.Djamhari sedikit banyak menetes kepada generasi keturunannya, pernah suatu ketika berbicara dengan pentolan angkatan muda Muhammadiyah di Garut menyampaikan bahwa anak H.Djamhari walaupun dalam kondisi terbaring sakit parah, jiwa filantropis (senantiasa bersedekah) menjadi donatur tetap persyarikatan.
Suatu ketika dalam cerita, "ketika pengurus Muhammadiyah akan menengok karena sakit, setibanya di rumah justru dikagetkan dengan tindakan yang mengiris hati penuh kagum dan mengoyak hati, karena dalam kondisi sakit parah beliau malah justru memberi dana beberapa juta katanya ini donasi untuk Muhammadiyah semoga bermanfaat. Semua pengurus menghela nafas tanda kagum dan salut, dalam kondisi sakit saja masih berbuat amal sholih. Tradisinya yang sakit dibantu materil maupun moril, namun ini unik dan luar biasa, ternyata beliau ketika sehat rutin berdonasi kepada Muhammadiyah."
Begitulah salah satu tetesan H.Djamhari menetes kepada keturunannya, semoga menjadi teladan bagi kita dan aktivis Islam dimanapun berkhidamat.
Sedikit sekelumit cerita tetang jiwa filantropis seseorang anak bungsu H.Djamhari Ibu Hajjah Siti Solihat Djamhari, yakin masih banyak orang yang serupa namun tidak dapat diakses oleh banyak orang. Hanya ini karena ada hubungannya dengan sosok tokoh yang jarang diperbincangkan, namun penuh sarat dengan keteladanan sikap prilaku yang baik berjiwa filantropis.
Jauh dengan diri kita yang cenderung bersikap memanfaatkan untuk kepentingan pribadi sesaat. Semoga, uswah hasanah mereka menjadi spirit dan motivasi kebaikan untuk gerak laju persyarikatan yang maju dan mensejahterakan lahir dan bathin bagi siapapun yang berniat untuk menjadi volunteer atau relawan di entitas sosial kemasyarakatan.
Berbalik beda dengan situasi saat ini, kita berkhidmat di persyraikatan cenderung ada kepentingan dibalik keinginan dan harapan mengabdi pada struktural organisasi.
Parahnya kadang-kadang entitas sosial baik yang besar maupun yang kecil, selalu dijadikan kendaraan syahwat politik sesaat bersifat pragmatis. Sehingga wajar mengalami kesulitan berkembang karena sikap prilaku tidak mencerminkan keshalihan sosial, atau bahasa lain tidak ada keberkahan bagi entitas soaial dimana elit pengurus berprilaku buruk.
Sebaliknya, bagi entitas kecil sekalipun jikalau elit pengurusnya berahlak baik, profesional dan berjiwa filantropis akan diberikan kemudahan untuk maju dan keberkahan dapat diraih.
Namun, perlu dicatat jiwa peka dan peduli serta karakter filantropis anak generasi H. Djamhari juga banyak berkembang bukan hanya dalam bentuk material finansial melainkan juga dalam bentuk jasa dengan keilmuan yang dimiliki seperti H. Noeman yang terkenal arsitek sejuta masjid.
Beliau pun sangat getol memberi dan membantu masjid-masjid di seluruh Indonesia dibantu arsitekturnya tanpa ada balas jasa layaknya dalam bisnis oriented yang super mahal.
Termasuk arsitektur Masjid Salam ITB yang kesohor dan terkenal, hal itu benar-benar pengabdian dan pengkhidmatan kepada gerakan Islam dilingkungan kampus ternama di negeri ini, banyak alumni-alumni didikan Salman yang mentransfer keilmuan Islam diatas teduhnya dan megahnya Masjid Salman.
Jasa keilamuannya yang melegenda dalam dunia arsitektur Masjid di Indonesia adalah buah maha karya seorang generasi H. Djamhari yaitu H. Noeman.
Luar bisa memang, harus difahami juga oleh kita bahwa jiwa filantropis tidak harus kaya raya materi finanasial melainkan jikalau memiliki skill lebih dari keumuman orang banyak, maka berikanlah keahlian itu untuk kemajuan gerakan Islam yang maju dan memajukan. Termasuk entitas besar Muhammadiyah.
Tidak dapat ditolak, sosok H. Djamhari peletak batu pertama di tatar sunda banyak melahirkan generasi biologis dan ideologis berkarakater dan bersifat filantropis, baik melalui harta dan kekayaannya ataupun jasa ilmu lainnya serta juga spirit nilai juang yang dikobarkan untuk kemajuan Islam dan Muhammadiyah pada Khususnya.
Kiranya tidak berlebihan, sedikit memberi inspirasi dan motivasi dari cerita dan kisah semangat juang tokoh Muhammadiyah yang lebih dari layak untuk mendapatkan penghargaan dari persyarikatan.
Kita hanya bersyukur ikut merasakan dan menikmati hasil jerih payah perjuangan, entah berapa nilai aset saat ini yang diberikan H.Djamhari kepada Muhammadiyah yang tersebar dipusat kota Garut baik tanah maupun bangunan yang saat awal masih layak guna.
Belum lagi aset non materi yang sangat mungkin sulit dikonversi kepada nilai angka rupiah, aset lahan saja sudah dapat dihitung berapa miliyar jikalau dikonversi harga hari ini.
Yang paling penting kita semua yang masih hidup senantiasa mendo'akan ayahanda Perayarikatan Muhammadiyah yang sudah banyak berkorban harta dan jiwa untuk Izzah Islam, khasusnya yang berkhidmat di Muhammadiyah mendapatkan balasan yang berlipat sehingga menghantarkan pada jannatunaim. Aamiin.
Bandung, Maret 2023