Iklan

Iklan

,

Iklan

Mengenang Ahmad Dahlan, Sumber Pikiran Islam Berkemajuan

Redaksi
Minggu, 19 Maret 2023, 17:18 WIB Last Updated 2023-03-19T10:18:03Z


YOGYAKARTA
– Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan meninggal pada 23 Februari 1923, pada 2023 ini genap 100 tahun kepergiannya. Meski demikian, nama dan amalnya selalu hidup membersamai kehidupan umat, bangsa dan kemanusiaan semesta.


Jasadnya memang sudah berpisah dengan generasi setelahnya dan generasi Muhammadiyah saat ini, tetapi pikiran majunya selalu melekat dan masih diperlukan kajian untuk menggalinya lebih dalam lagi.


Oleh karena itu, kepada pimpinan, kader dan warga Muhammadiyah penting untuk meneladani kehidupan Kiai Dahlan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sesepuh Muhammadiyah Kampung Kauman, Yogyakarta sekaligus Ketua Lembaga Relisiensi Bencana PP Muhammadiyah, Budi Setiawan pada, Jumat malam (17/3/2023).


Di acara Sarasehan Seabad Wafatnya KH. Ahmad Dahlan Tentang Jiwa, Hidup dan Cita-cita yang digelar blended di Masjid Gedhe Kauman, Budi menuturkan supaya pemikiran Kiai Dahlan tidak boleh berhenti pada masanya, namun harus bisa dikembangkan oleh generasi muda masa kini.


“Bukan sekedar praktek fiqih Kiai Ahmad Dahlan, tetapi semangat pembaharuan baik dari segi pemahaman agama. Karena Kiai Dahlan selalu mengatakan untuk mencari yang paling benar jangan terjebak pada pemikiran-pemikiran masa lalu,” ucap Budi.


Sementara itu, perwakilan keluarga KH. Ahmad Dahlan sekaligus dari Majelis Pustaka Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, Wiwied Widyastuti menyampaikan kegiatan sarasehan ini merupakan bentuk bakti sekaligus mengenang sejarah kemajuan yang dasarnya diletakkan oleh Kiai Dahlan.


Di Langgar Kidoel, sebagai lokasi sejarah tempat Kiai Dahlan pertama kali mengembangkan dakwah Islam Berkemajuan, imbuh Wiwied akan disediakan sumber literasi tentang KH. Ahmad Dahlan. Hal itu sekaligus persembahan bagi keluarga besar KH. Ahmad Dahlan dan dapat diakses oleh khalayak umum.


“Nanti di Bulan Agustus akan kita launching, kita akan menerbitkan buku bunga rampai tulisan-tulisan tentang KH. Ahmad Dahlan. Ini sebagai persembahan dari Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah.” Imbuhnya.


Peneliti Senior di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Ahmad Najib Burhani menyampaikan, nama KH. Ahmad Dahlan yang dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah ini diberikan oleh Sayyid Abu Bakri Syatha, ketika Muhammad Darwis (Dahlan muda) menimba ilmu di Mekkah.


Selama menimba ilmu di Mekkah dan beberapa negara di Timur Tengah, memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang maju dan terbuka sejak dia masih belia. Lebih-lebih interaksinya dengan para gurunya yang memberikan insight pengetahuan yang melintas.***


Muhammad Darwis Menjadi Ahmad Dahlan


Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Ahmad Najib Burhani menyampaikan tentang sejarah perubahan nama dari Muhammad Darwai menjadi Ahmad Dahlan.


Aktivis Muhammadiyah dan juga Anggota Majelis Pustaka Informasi (MPI) PP Muhammadiyah periode 2015-2022 ini menuturkan, bahwa nama Ahmad Dahlan diberikan oleh Sayyid Bakri Syatha ketika Muhammad Darwis berangkat haji dan menuntut ilmu di Mekkah pada 1880-an.


“Nama Ahmad Dahlan itu diberikan oleh Sayyid Bakri Syatha, salah satu Mufti yang ada di Mekkah,…. Jadi nama Ahmad Dahlan itu sebetulnya adalah nama seorang Mufti paling terkenal di Mekkah sana, nama lengkapnya Ahmad Zaini Dahlan.” Ucapnya.


Ahmad Zaini Dahlan merupakan Mufti Mekkah yang paling disegani, yang memangku urusan keagamaan sejak tahun 1870 sampai meninggal. Ahmad Zaini Dahlan juga penganut Mazhab Syafi’i, sebagai mazhab mayoritas di Indonesia dan beberapa negara lain.


Bagi muslim di kawasan Indonesia, atau Nusantara pada masa itu sebagai sosok yang sangat terkenal. Bahkan bagi Masyarakat Jawa Ahmad Zaini Dahlan merupakan sosok yang sangat populer, fatwa-fatwanya juga diikuti dan menjadi pedoman oleh masyarakat Jawa waktu itu.


“Kumpulan fatwanya kemudian menjadi referensi itu di Kitab Muhimmat Nafais fi Bayan As’ilat Al Hadith, yang kemudian banyak waktu itu diterjemahkan ke Bahasa Melayu dan memang banyak ditujukan untuk orang-orang Jawa.” Imbuhnya.


Terkait dengan pemilihan nama Ahmad Dahlan untuk Muhammad Darwis, Prof. Najib Burhani menuturkan bahwa, Sayyid Bakri Syatha melihat banyak kemiripan sifat-sifat antara Muhammad Darwis dengan Ahmad Zaini Dahlan.


“Yang kemudian dia (Sayyid Syatha) merasa bahwa Muhammad Darwis ini akan menjadi sosok yang bisa jadi lebih atau mirip dengan Ahmad Zaini Dahlan di dalam hal keagamaan, di dalam hal penguasaan ilmu-ilmu keagamaan.” Ungkapnya.


Dia berharap fakta sejarah ini bisa menjadi pengetahuan umum bukan hanya bagi warga internal Muhammadiyah, tetapi juga seluruh kalangan agar semangat dan sejarah penamaan KH. Ahmad Dahlan tidak menguap ke permukaan.***

Iklan