Iklan

Iklan

,

Iklan

Haedar Nashir: Sosialisme Muhammadiyah Tidak Pisahkan Kaya dan Miskin

Redaksi
Sabtu, 24 Juni 2023, 09:47 WIB Last Updated 2023-06-24T02:47:31Z


JAKARTA
– Menghadiri milad ke-51 tahun Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, Jumat (23/6/2023), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir memuji capaian RSIJ masuk dalam 10 besar rumah sakit terbaik di Indonesia versi Hospital Webometrics.


“Memang kemajuan-kemajuan yang diraih ini berkat leadership yang bagus yang mampu merekat kohesivitas internal tapi juga punya visi kemajuan yang cukup luas sehingga rumah sakit ini dari banyak masalah, bertumbuh kembang menjadi rumah sakit terbaik bersama rumah sakit yang lain,” pujinya.


Sebagai lembaga non profit, kemampuan rumah sakit milik Muhammadiyah untuk bersaing dengan rumah sakit elit yang berbeda orientasi menunjukkan bahwa etos pelayanan Muhammadiyah terus relevan, bahkan di tengah dunia yang serba kapitalistik.


Agar RSIJ beserta 124 rumah sakit Muhammadiyah lainnya terus bertumbuh, unggul dan maju, Haedar berpesan supaya spirit Al-Ma’un tetap menjadi ruh usaha pengembangan rumah sakit Muhammadiyah. Spirit Al-Ma’un dicirikan dengan empat ciri pokok, yakni welas asih, inklusif, tidak melihat kelas sosial, dan beretos maju.


Pada poin pertama soal welas asih, Haedar mengutip bagaimana Muhammadiyah memaknai humanisme secara inklusif, yang diawali oleh Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) sejak 1923.


“Berbeda dengan (teori) Darwinian, bagi Muhammadiyah tidak siapa yang kuat siapa yang menang. Yang kuat harus bisa berbagi pada yang lemah, dan yang lemah harus bisa bangkit dengan keberdayaannya. Maka dulu lahirlah rumah sakit yang dinamakan Penolong Kesengsaraan Oemoem. Siapapun yang sengsara akan ditolong oleh Muhammadiyah tanpa bertanya apa agamanya, sukunya, golongannya, dan lain sebagainya. Maka spirit welas asih ini harus jadi fondasi dari ruh keislaman kita dan pelayanan rumah sakit kita di manapun,” pesan Haedar.


Adapun poin kedua tentang orientasi yang inklusif, mengajarkan bahwa semangat Al-Ma’un itu adalah kesadaran untuk berbagi dan peduli yang melintasi sekat golongan, suku, dan agama. Dari poin inilah Muhammadiyah berkhidmat ke seluruh tanah air, bahkan ke daerah-daerah minoritas muslim.


Sedangkan pada poin ketiga mengenai etos integrasi kelas, Muhammadiyah memahami bahwa Al-Ma’un mengajarkan untuk tidak merawat sekat sosial berdasarkan kelas ekonomi. Misalkan membedakan antara yang kaya dan yang miskin. Poin ini, dia sebut sebagai sosialisme Islam yang telah diamalkan oleh Muhammadiyah.


“Jadi sosialisme Islam yang merekat dan tidak mempertentangkan kelompok kaya dan kelompok miskin, antara yang borjuis dan proletar, yang dalam teori Marxisme itu dipertentangkan. Bagi Islam bahwa orang-orang yang aghniya (kaya) itu justru punya peluang masuk surga karena dia berbagi melalui zakat, infak dan sedekah. Dan kemudian yang lemah dan dhuafa tidak jatuh diri, tapi punya etos untuk bangkit,” jelasnya.


Terkait poin keempat mengenai etos kemajuan, menurut Haedar, Surat Al-Ma’un mengajarkan agar umat Islam tidak berpangku tangan. Inilah yang kemudian dipahami oleh Muhammadiyah dengan terus mengembangkan amal usahanya.


“Jadi Al-Ma’un mengajarkan kita mendirikan rumah sakit, panti asuhan, pemberdayaan dan lain-lain orientasinya agar umat kita, bangsa kita yang tertinggal secara ekonomi, pendidikan, kesehatan, dia dipacu untuk maju. Dan cara memajukannya bukan dengan memberi ikan, tapi dengan memberi kail dan cara membuat kail,” jelasnya.


Empat poin semangat Al-Ma’un ini diharapkan Haedar terus dipegang sebagai panduan dasar pengembangan Amal Usaha Muhammadiyah.


“Kenapa kita bangkitkan empat etos itu? karena pertama banyak energi positif yang sedang bertumbuh dan berkembang. Di lingkungan Muhammadiyah kita punya 125 rumah sakit dan dengan semangat sinergi, kita yang besar bisa membantu yang menengah dan kecil,” tegasnya. ***(afn)

Iklan