YOGYAKARTA — Sebelum era digital, perubahan terjadi setiap 100 tahun. Sekarang perubahan berlangsung setiap saat. Siapa saja yang tak mampu menyesuaikan diri dengan ritme perubahan yang begitu cepat, pasti akan tertinggal dan terlindas zaman.
Merespon tantangan tersebut, Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Rapat Kerja Nasional di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Dadang Kahmad, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi MPI mengaku sangat bahagia karena dapat bersilaturahmi dengan para pengurus MPI dari tingkat pusat hingga wilayah.
Menurutnya struktur kepengurusan MPI periode 2022-2027 sangat tangguh karena diisi oleh orang-orang yang kompeten serta profesional di dunia digital dan informasi.
Dalam kesempatan tersebut Dadang juga mengapresiasi kepengurusan MPI periode sebelumnya yang telah menorehkan banyak prestasi.
Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah di abad kedua sangat rumit. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan yang masif karena terjadinya transformasi kehidupan umat manusia.
“Mari kita manfaatkan pertemuan ini seefektif mungkin untuk membangun dunia digital di Muhammadiyah,” ujarnya.
Dadang menegaskan bahwa publikasi di Muhammadiyah masih sangat terbatas dan terkesan low profil. Media Muhammadiyah belum tampak di permukaan.
Ia mendorong MPI untuk segera memikirkan strategi untuk mengangkat Muhammadiyah di dunia digital, khususnya di dunia sosial media.
Apalagi kondisi Muhammadiyah saat ini masih cukup tertinggal dengan salafi dalam penguasaan di dunia digital. Sehingga Muhammadiyah perlu segera melakukan transformasi yang menyeluruh untuk mengejar ketertinggalannya di sektor digital dan informasi.
“Masa depan kita hari ini bukan masa depan fisik, tapi masa depan kita adalah masa depan digital,” ungkap Dadang saat membersamai peserta MPI di Amphitarium UAD (14/7/2023).
Selain memberikan arahan terkait tantangan Muhammadiyah di dunia digital, Dadang juga menyoroti keanggotaan Muhammadiyah yang hanya diisi oleh kalangan masyarakat menengah. Tak ada anggota Muhammadiyah yang kaya sekali atau miskin sekali.
Semua anggota Muhammadiyah adalah anggota masyarakat kelas menengah. Ketua BPH Universitas Muhammadiyah Bandung tersebut pun mendorong MPI untuk meluaskan jangkauan syiarnya, bukan hanya berfokus pada masyarakat menengah, namun juga menyasar mereka yang berada di masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah dengan melakukan transformasi di dunia digital dan informasi.*** (FK)