BANDUNG -- Pernahkah kita berpikir tentang beberapa hal berikut. Seorang anak balita tiba-tiba kencing di pangkuan ayah ibunya, bisa kapanpun, bahkan saat mereka sedang makan. Namun apakah ada rasa marah dan dendam di antara keduanya pada anak tersebut?
x
Tentu tidak. Sebab mereka ridha atas segala hal yang terjadi pada sosok anaknya tersebut.
Begitupun saat kita bayangkan seorang suami, rela kerja pagi, siang dan malam, basah dengan keringat, ada yang berbalut debu jalanan, pikiran terkuras, sementara penghasilan bulanan tidak seberapa, apakah mereka ini mengeluh dan merajuk pada istri dan anak-anaknya?
Tentu tidak. Sebab ridha telah memenuhi isi hatinya baik ridha kepada istri maupun anak-anaknya.
Masih banyak lagi contoh kisah di mana ridha telah bersarang di dalam hati. Pun apa yang terjadi dan dicontohkan oleh para nabi dan rasul. Harta, jiwa dan raga jadi taruhan demi perbaikan etika dan moralitas umat manusia.
Ridha adalah akhlak yang baik dan peredam akhlak yang buruk. Ridha dapat menjauhkan prasangka buruk, baik kepada mahluk ataupun pencipta. Itulah salah satu potongan nasehat Buya Hamka di dalam bukunya Tasawuf Modern.
Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa saat kita ridha untuk siapa dan ridha dengan apa yang terjadi di sekeliling kita, percayalah bahwa selama itu kita akan baik-baik saja teman. Bahkan di sana pula dapat tumbuh ketenangan dan kebahagiaan yang semula semua orang harapkan.
Tetapi jangan salah, ridha bukanlah putus asa atau diam. Ridha adalah ikhtiar yang mengandung tawakkal.***
Penulis: Rafi Tajdidul Haq