Iklan

buku

Iklan

buku
,

Iklan

Allah Tahu Kamu Kuat Hadapi Ujian dari-Nya

Redaksi
Senin, 07 April 2025, 10:57 WIB Last Updated 2025-04-07T03:57:31Z
buku


JAKARTA --
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan enggan menyampaikannya pada orang lain.” (QS. Al-Maa’arij [70]: 19-21).


Hidup yang kita jalani dipenuhi rintangan dan membutuhkan kekuatan diri untuk keluar dari rintangan yang menghadang. Kesulitan ekonomi, penderitaan, dan ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan adalah bentuk kongkrit rintangan tersebut.


Bagi orang yang lemah jiwanya, rintangan dipahami sebagai “batu sandungan” yang sulit dilalui. Fenomena bunuh diri, misalnya, notabene diinisiasi kelemahan jiwa semacam ini. Karena impitan ekonomi, tak sedikit bunuh diri menjadi jalan menyelesaikan masalah kehidupan.


Ayat di atas mengindikasikan bahwa kerapuhan jiwa dapat mengakibatkan lahirnya keluh kesah yang tak produktif. Ketika kesusahan hidup menerpa, tali kekang moral agama menjadi longgar. Tak ayal lagi, kehidupan menjadi barang murah yang sedemikian tak berharga untuk dijaga kelangsungannya.


Seorang gadis, rela melompat dari gedung bertingkat hanya diakibatkan masalah sepele: putus dengan kekasihnya. Seorang pengusaha melakukan hal yang sama, karena sedang menghadapi kemelut masalah di perusahaan.


Mereka memahami hidup hanya dengan menggunakan rumus keinginan mesti berbuah kenyataan.Padahal rumus kehidupan tidak seperti itu. Adakalanya keinginan melahirkan kegagalan atau ketidaksesuaian dengan realitas hidup.


Maka sewajibnya moralitas agama diperkokoh kembali dalam diri kita. Sehingga hidup mewujud dalam bentuk yang asyik-masyuk. Ruang dan waktu yang dijalani dengan keikhlasan penuh bahwa Dia (Allah) sedang menguji kadar keimanan kita pada-Nya.


Ingat, lemparan batu tentu saja tidak semuanya akan mengenai target yang sama. Artinya, pengharapan adakalanya tidak sesuai dengan yang kita rancang. Pada posisi ini, kesabaran dan ketabahan merupakan benteng pertahanan yang super-duper efektif meredam keinginan mengakhiri hidup kala masalah menerpa.


Seorang muslim sejati, ialah individu yang dapat mengoptimalkan potensi diri untuk mewujudkan harapan, tanpa terpaku pada hasil. Dia (Allah) akan memberikan berkah tak terkira meskipun harapan itu gagal terwujud.


Karena dengan kegagalan tersebut, kita dapat mempelajari kekurangan sehingga di lain waktu dapat dikurangi. Inilah letak keberkahan tak terkira. Kita, dengan kegagalan yang menimpa akan membentuk jiwa hingga menjadi kokoh.


Alhasil, muncul sikap hati-hati, awas dan waspada ketika menyusun program kerja kehidupan. Dalam pepatah disebutkan, seorang manusia bijaksana adalah orang yang tidak akan terperosok pada lubang yang sama.


Di dalam Al-Quran pula dijelaskan, “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan (memberi potensi) pada jiwa kefasikan (pengingkaran terselubung) dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa dan merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams [91]: 7-10).


Term “takwa” memiliki arti dasar, sebuah ketakutan jiwani. Ketika rasa takut dikelola secara bijak, positif dan sistematis, tentunya lahirlah sebuah kondisi psikologis yang awas dan waspada.


Namun, ketika perasaan takut tidak dikelola secara bijak, positif dan sistematis akibatnya akan melahirkan keluh kesah, putus asa, dan bosan menjalani kehidupan.


Tak heran kalau bunuh diri menjadi solusi pavorit orang semacam ini. Kekuatan dalam dirinya telah hilang dan berangsur-angsur membawanya jadi zombie yang tak sadar antara ide dan realitas kadang tidak sesuai.


Kita mesti memompa potensi diri sehingga terbentuk “modal spiritual” agar dapat memahami hidup sebagai ladang beramal saleh.


Tanpa memiliki modal seperti ini, mind set kita akan menempatkan hidup sebagai barang murah yang dapat diakhiri dengan bunuh diri. Pola pikir seperti inilah yang mesti ditumpurludeskan dari dalam diri. Sebab, pesimisme dalam Islam tak dianjurkan. Islam hanya mengajarkan doktrin kehidupan optimisme.


Masa depan merupakan “bumbu kehidupan” yang dapat melecut gairah menjalani realitas kehidupan. Kewajiban kita sebagai manusia beragama salah satunya menabur benih-benih optimisme guna menggapai keberkahan hidup.


Al-Quran mengingatkan, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Hasyr [59]:18).


Karena itulah, tuliisan ini lahir dari kegelisahan setiap insan dalam mencari solusi manakala diterjang ujian dan cobaan dalam hidupnya, sehingga melalui tulisan ini kita tersadarkan bahwa saat masalah menerjang, ada Allah Yang Mahapenolong. (SAB)***

Iklan

PMB Uhamka