JAKARTA -- Di panggung politik nasional, nama Ahmad Rofiq bukan sekadar tercatat, tetapi terukir melalui perjalanan panjang yang penuh pilihan berani. Ia bukan tipe politisi yang lahir dari kenyamanan kursi kekuasaan. Sebaliknya, ia dibentuk oleh jalan terjal aktivisme, perdebatan di ruang-ruang kecil, dan keyakinan bahwa politik sejati lahir dari rakyat, untuk rakyat.
Lahir di Lamongan, Jawa Timur, 25 Agustus 1975, Rofiq tumbuh di lingkungan Muhammadiyah yang menanamkan nilai disiplin, kerja keras, dan keberanian menyampaikan kebenaran. Sejak duduk di bangku sekolah hingga kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang, jiwa aktivisnya tak pernah padam. Baginya, organisasi adalah sekolah kehidupan—tempat belajar memimpin, membangun jaringan, dan merumuskan gagasan perubahan.
Merintis dari Nol, Berkali-Kali
Langkah politiknya resmi dimulai pada 2006 ketika ia ikut mendirikan Partai Matahari Bangsa dan dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal. Keberaniannya melangkah dari ruang aktivisme ke panggung politik nasional menunjukkan satu hal: ia tak takut memulai dari nol.
Tahun 2011, ia menjadi salah satu dari 45 deklarator Ormas Nasional Demokrat, yang kemudian bertransformasi menjadi Partai NasDem. Di sana, ia kembali memegang jabatan Sekjen—peran strategis yang menuntut kepemimpinan matang.
Tak berhenti di situ, pada 2013 ia bersama Hary Tanoesoedibjo mendirikan Ormas Perindo yang menjadi cikal bakal Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Hampir sepuluh tahun ia memimpin mesin partai sebagai Sekjen, menggerakkan kader dari kota besar hingga pelosok negeri.
Namun, kenyamanan jabatan tak membuatnya kehilangan arah. Ia menyadari, sistem politik yang terlalu tersentral akan selalu membuat daerah menjadi penonton. Alih-alih mempertahankan posisi aman, ia memilih keluar dan kembali memulai dari awal.
Lahirnya Gema Bangsa
Keputusan itu mencapai puncaknya pada 17 Januari 2025. Bersama Patrice Rio Capella dan Andogo Wiradi, Ahmad Rofiq mendirikan Partai Gema Bangsa. Partai ini lahir dari kesadaran bahwa demokrasi sejati hanya mungkin terwujud jika kekuasaan, anggaran, dan kebijakan benar-benar dikembalikan ke daerah.
Di bawah kepemimpinannya, Gema Bangsa menegaskan diri sebagai partai bottom-up yang berpihak pada kaum alit, membangun politik partisipatif, dan membuka ruang selebar-lebarnya bagi rakyat untuk memimpin, bukan sekadar memilih.
Pengalaman membentuk partai dari nol—tidak sekali, tapi tiga kali—membuatnya paham bahwa kekuatan politik sejati bukan pada besar kecilnya logistik, melainkan pada kekuatan jaringan, kesolidan kader, dan kesetiaan pada visi. Ia bahkan menetapkan masa jabatan pengurus awal daerah selama 10 tahun untuk memberi kepastian politik bagi para pejuang yang berkorban sejak awal.
Di Luar Politik
Di luar dunia politik, Rofiq aktif di dunia usaha: memimpin PT Syahravaraz Trans Cargo, menjadi Komisaris Independen PT MNC Sky Vision sejak 2014, dan terlibat di berbagai usaha transportasi, travel, serta media. Pada Pilpres 2019, ia juga menjadi Wakil Sekretaris dalam tim sukses pasangan Joko Widodo–Ma’ruf Amin, memperkaya wawasannya tentang dinamika politik nasional.
Prinsip Perjuangan
Bagi Ahmad Rofiq, politik adalah jalan pengabdian yang tak boleh kehilangan arah. “Partai ini bukan milik satu tokoh. Pemiliknya adalah seluruh kader yang berjuang,” tegasnya. Dan melalui Gema Bangsa, ia mengajak rakyat untuk tidak hanya menyalurkan suara, tetapi mengambil alih kendali arah bangsa.
Karena baginya, demokrasi sejati hanya akan lahir ketika kekuasaan kembali ke tangan rakyat—tempat ia seharusnya berada sejak awal. [partaigemabangsa]