Iklan

Iklan

,

Iklan

Haedar Nashir: Bagi Muhammadiyah, Indonesia Tempat Mengabdi

Redaksi
Sabtu, 10 September 2022, 18:33 WIB Last Updated 2022-09-10T11:41:37Z


Sepanjang usia eksistensinya, Indonesia secara berkesinambungan telah mengalami pasang surut dinamika untuk menemukan formulasi dan format yang tepat sebagai sebuah republik.


Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, usaha yang dibangun sejak awal abad ke-20 itu dengan lahirnya berbagai organisasi dan pergerakan nasional yang beragam corak dari basis agama, kebudayaan, sosial-demokrasi, hingga komunisme memiliki satu arah tujuan yang sama.


“Keseluruhan dari muara, gerak, dan aliran pergerakan Indonesia saat itu titik bertemunya adalah menyatukan seluruh komponen pergerakan nasional dari berbagai hulu menuju hilir Indonesia merdeka dan bersatu,” kata Haedar dalam konsolidasi kebangsaan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di Dome UMM, Senin (5/9/2022).


Dari proses perjalanan panjang dan persaingan sengit dari masing-masing kelompok yang berlangsung hingga di dalam sidang BPUPK, bangsa Indonesia akhirnya menyepakati titik temu atau format baru berupa Pancasila dan UUD 1945.

 

“Bahkan ketika Ki Bagus Hadikusumo dalam proses yang tidak mudah bersama tokoh-tokoh Islam bersedia dan ikhlas mencoret tujuh kata dan secara blessing in disguise, solusi dan konversinya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sila pertama dengan tambahan frasa ‘Yang Maha Esa’, bagi kaum muslimin itu adalah solusi di satu pihak kita tetap bisa menjaga kesatuan dan keutuhan Indonesia yang baru satu hari merdeka tapi di sisi lain secara teologis dan ideologis mewadahi aspirasi di mana kita mengalami perubahan orientasi yang sama pentingnya dari syariat pada akidah di mana kita pahami Ketuhanan Yang Maha Esa itu bagi kaum muslimin adalah tauhid,” jelasnya.


Kata Haedar, konsensus terakhir inilah yang kemudian oleh Muhammadiyah diperteguh dengan mengeluarkan dokumen resmi Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah pada Muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015.


“Di mana konsep ini boleh dikatakan fikih siyasah baru dari Muhammadiyah untuk merawat, menjaga, menyinambungkan pilihan politik yang kita kunci, kita segel, bahwa Indonesia adalah negara yang dasarnya Pancasila. Pancasila adalah titik temu dari segala keragaman dan bagi kaum muslimin itu sejalan, senafas, sejiwa, pantulan dari nilai-nilai Islam, tapi pada saat yang sama juga menjadi kekuatan perekat yang menyatukan keragaman,” kata Haedar.


“Sekaligus dalam perspektif tajdid Muhammadiyah, mengisi Pancasila adalah Indonesia tidak cukup sebagai negara hasil konsensus yang final kita sepakati, tapi juga harus kita isi sebagai darus syahadah. Tempat kita mengabdi, berkiprah, mengukir sejarah dan menorehkan kemajuan peradaban. Di situlah pandangan dinamis Muhammadiyah tidak hanya mendeklarasikan Indonesia sebagai final, tapi Indonesia adalah titik koma untuk kita majukan, kita rawat, dan kita bangun bersama,” tegasnya. (afn)


Sumber: muhammadiyah.or.id

Iklan