![]() |
Tepatnya 168 hari yang lalu tepanya 27 Mei 2022, bangsa Indonesia meratapi kedukaan penuh mendalam. Ditinggal pergi untuk selamanya oleh tokoh bangsa Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif.
Untuk mengenang rekam jejaknya, Suara Muhammadiyah (SM) melalui Pusdatlitbang berinisiatif mendirikan serambi khusus, yang diberi nama Serambi Buya Syafii.
Tepat Hari Kamis (10/11/2022) yang bertepatan hari Pahlawan, Serambi Buya Syafii diresmikan. Hadir langsung dalam acara tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi, Ketua Badan Pembina Harian SM, HM Muchlas Abror, Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media (SCM)/SM, Deni Asy’ari, MA, Manajer Pusdatlitbang PT SCM/SM, Isngadi Marwah Atmadja, SAg., MA, Mantan Bupati Sleman, Drs H Sri Purnomo, MSi, Pustakawan Balai Layanan Perpustakaan DIY, Gandes Yuningtyas, AMd, Rektor Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Warsiti, SKp., MKep., Sp., Mat, Direktur Maarif Institute, Abd Rohim Ghozali, MA, Camat, Koramil, Kapolsek Gamping, Lurah Nogotirto, RT, RW, dan seluruh warga Nogotirto.
Dalam sambutannya, Isngadi mengatakan bahwa pihaknya bersama jajaran redaksi memiliki ide inisiatif pendirian Serambi Buya Syafii ini berangkat dari sebuah cerita. Di mana cerita ini berasal dari kisah Buya Syafii yang meminta Budayawan dan Sastrawan, Mustofa Wahid Hasyim untuk bercerita tentang Kauman. Menurutnya, Mustofa menceritakan kepada Buya Syafii mengenai tradisi keseharian yang dilakukan oleh Kauman.
Tradisi yang menjadi catatan penting bagi Mustofa ihwal tradisi mengenai tokoh yang telah meninggal dan para puteranya tidak sealiran keilmuannya, maka tokoh itu membuka rumahnya dan mempersilahkan untuk meneruskan ilmu dari tokoh tersebut. Dari situ, muncul kegelisahan dari dalam jiwa Buya Syafii yang mengutarakannya kepada Mustofa ketika selesai rapat redaksi.
“Saya juga tidak tahu besok, bagaimana dengan masjid dan buku-buku saya,” ujar Buya.
Demikian Mustofa yang juga berkeluh kesah kepada Buya, “Saya juga Buya, saya seorang sastrawan, tetapi anak-anak saya juga tidak ada satupun yang suka sastra. Saya juga tidak tahu bagaimana buku-buku saya,” ujarnya.
Dari situlah, menjadi pencerah bagi jajaran redaksi yang ingin menjadikan buku-bukunya ditampung di perpustakaan Suara Muhammadiyah. Tetapi, menurut salah satu redaksi mengatakan tidak cukup untuk menampung buku-buku Buya Syafii.
“Akhirnya terjadi kompromi, terima kasih sekali Bu Nur dan Mas Hafid yang kemudian meminjamkan atau mengizinkan kami untuk memakai rumah ini (red: rumah Buya Syafii) untuk sementara waktu. Sehingga buku-buku Buya Syafii dikatalogkan, tetapi tetap di sini sampai kemudian nanti Suara Muhammadiyah mempunyai ruangan yang cukup untuk menampung seluruh buku-buku dan peninggalan Buya Syafii itu. supaya dapat kita baca, semua yang ingin tahu pemikiran Buya bisa mengakses di situ,” kata Isngadi dalam sambutannya.
Isngadi mengharapkan agar pendirian serambi Buya Syafii yang sesungguhnya bisa segera terwujud. Mengingat serambi Buya Syafii yang baru saja diresmikan itu hanya sementara (embrionya), belum tetap.
“Mudah-mudahan kurang dari 2 tahun, kita bisa menghadirkan ruangan itu, sehingga kita bisa melihat dan bisa berdiskusi dengan Buya Syafii bersama buku-buku Buya Syafii dengan lebih mendalam dan lebih personal sifatnya,” ujarnya.
Di sisi lain, Deni mengatakan bahwa peresmian Serambi Buya Syafii ini diharapkan menjadi daya tarik bagi wisatawan umum, wabilkhusus bagi para wisatawan muktamarin. Mengingat sebentar lagi perhelatan akbar lima tahunan itu bakal diselenggarakan di Surakarta, Jawa Tengah pada 18-20 November 2022 mendatang. Dan diprediksi para penggembira yang hadir akan banyak. Dari situ, maka Deni berharap sekali agar para muktamirin bisa mampir mengunjungi Serambi Buya Syafii itu.
“Kita berharap, dengan peresmian Serambi Buya Syafii ini bisa menarik wisatawan, utamanya wisatawan para muktamirin. Oleh karenanya, kita terus berusaha untuk mempromosikan Serambi Buya Syafii ini lewat media sosial agar mereka bisa datang dan berkunjung ke tempat tersebut,” kata Deni di sela-sela makan bersama dengan panitia.
Tentunya, Serambi Buya Syafii tidak sekadar menjadi destinasi wisata biasa, tetapi destinasi yang mampu memancarkan pemikiran dan petuah-petuhan yang terhimpun dari dalam jiwa guru bangsa itu.
Para wisata juga di ajak untuk berkelana memasuki ruangan demi ruangan yang dijadikan sebagai rekam jejak Buya Syafii selama hidupnya.
Setidaknya ada 7000 buku yang disimpan dan dikoleksi oleh Buya Syafii. Yakni buku ilmu sejarah dan juga buku-buku yang ilmu sastra kemudian biografi kemudian tentang bahasa seni budaya dan lain sebagainya.
“Tempat ini ada di Nogo Tirto ini sangat cocok juga dengan kehadiran Buya di sini. Jadi Buya Syafi’i kita ibaratkan sebagai sosok mata air yang selalu memancarkan apa pesan-pesannya petuah-petuahnya untuk bangsa ini di kemudian hari,” ujar Deni.
Wisatawan nantinya ketika memasuki Serambi Buya Syafii, akan merasakan begitu indahnya, eloknya, dan bersihnya tempat itu. Sungguh tempat yang luar biasa bagi siapa saja yang ingin mereguk pemikiran-pemikiran terbaiknya dari guru bangsa yang telada tiada itu. ***(Cris)
Sumber: suaramuhammadiyah.id