JAKARTA – Perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir merilis indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta meraih angka 167 (tidak sehat) dengan kategorisasi sumber polutan PM2.5. DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dalam sebulan terakhir.
Kantor berita internasional, Reuters bahkan menurunkan artikel berjudul “Indonesia’s capital named world’s most polluted city” yang menggambarkan ancaman bagi 10 juta jiwa penduduk Jakarta. Uniknya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) justru menolak data tersebut dan menyebutnya sebagai framing.
Menanggapi keadaan ini, Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hening Purwati Parlan mendesak pemerintah untuk melakukan aksi yang lebih konkrit dan terstruktur.
“Pemerintah jangan seakan-akan merasa masalah ini terjadi tiba-tiba melainkan sebuah akibat dari perjalanan kebijakan yang sekian lama terjadi,” ujarnya, Senin (14/8/2023).
KLHK sendiri sebelumnya menyebutkan kualitas udara buruk di Jakarta disebabkan oleh akumulasi yang terjadi di DKI Jakarta dan kawasan sekitarnya. Namun KLHK belum menyebutkan bahwa ada sekitar 20-an PLTU berbahan bakar energi fosil dengan radius 100 kilometer dari Jakarta yang ikut menyumbang polusi.
“Seperti udara di Bekasi tidak bisa ditahan masuk ke Jakarta, sehingga ini penyebab yang mengerikan dan ini bukan tiba-tiba terjadi,” ujarnya.
Hening juga mengingatkan agar pemerintah memikirkan penguatan transportasi publik sebagai salah satu solusi. Di samping itu, dirinya berharap pembangunan transportasi tidak memangkas ruang hijau dan tetap memberikan kemudahan bagi kredit kendaraan pribadi (mobil dan motor).
Inkonsistensi kebijakan seperti itu, menurutnya hanya akan berakumulasi seperti bom waktu. Di samping penguatan transportasi publik dan konservasi ruang terbuka hijau, Hening berharap pemerintah mendukung lewat kebijakan yang meminimalisir polusi lingkungan.
Misalnya sanksi tegas bagi penebang pohon di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya, dukungan (stimulus) bagi warga yang menanam bibit dan batang pohon, hingga aturan kerja dari rumah untuk pegawai kantoran, Work From Home (WFH).
“Bekerja dari rumah dan tidak keluar rumah bisa menjadi salah satu solusi,” pungkasnya. ***(afn)