Oleh: Prof. Hilman Latief, M.A., Ph.D | Bendahara Umum PP Muhammadiyah
JAKARTA -- Pada tanggal 4 Juli 2002 silam, Muhammadiyah telah membuat sebuah keputusan besar dan strategis. Adalah Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengesahkan berdirinya Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah atau yang saat ini dikenal Lazismu. Beberapa episode sejarah juga telah dilewati.
Pada awal berdirinya, Lazismu dipimpin oleh inisiatornya, Dr. Din Syamsuddin. Periode ini saya sebut sebagai periode perintisan, sebuah periode dimana Lazismu mulai memperkenalkan dirinya kepada masyarakat umum.
Targetnya waktu itu sederhana saja. Bagaimana Lazismu bisa dikenal orang dan dapat menarik perhatian kelas menengah Muslim yang memiliki simpati dan empati kepada gerakan persyarikatan Muhammadiyah, dan mendukungnya melalui zakat dan shadaqah. Lazismu bertugas mendekati donatur besar di kalangan simpatisan Muhammadiyah di Ibu Kota.
Selain itu, tugas berat justru juga ada di dalam persyarikatan, yaitu bagaimana memperkenalkan Lazismu kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah sendiri dan bahkan kepada pimpinan Muhammadiyah.
Dalam kurun beberapa tahun, Dr. Din Syamsuddin berhasil membangun kepercayaan diri persyarikatan Muhammadiyah bahwa Lazismu mampu menjadi salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional yang kontribusinya kepada masyarakat semakin kuat. Pada periode beliau pula Lazismu mendapatkan pengesahan dari Kementerian Agama RI.
Periode berikutnya, Drs.Hariyanto Y. Tohari, M.A., yang juga sebagai co-founder (pendiri) Lazismu, diserahi amanah mengelola Lazismu. Peiode ini adalah periode pengembangan dan perluasan jejaring.
Muhammadiyah adalah organisasi yang berkembang dengan dua model sekaligus: top down dan bottom up. Inisiatif dari bawah (bottom up) sama kuatnya, dan bahkan dalam konteks tertentu, lebih kuat dari pada top down. Banyak lembaga amil yang ada di bawah Muhammadiyah yang perlahan-lahan menyesuaikan diri sesuai regulasi.
Penggunaan istilah yang beragam, mulai berubah dan pimpinan di daerah mulai melakukan penyeragaman, berganti baju menjadi Lazismu. Secara bottom up lembaga amil berdiri dimana-mana, dan secara top down penyesuaian dilakukan.
Kini, Lazismu telah memasuki usianya yang tambah matang. Begitu pula dengan Lazismu, yang jumlah kantor layanannya sudah ratusan. Ada kantor yang mudah diatur dan mampu cepat menyesuaikan diri dengan regulasi, ada juga Lazismu yang sulit atau bahkan tidak mau berubah karena yang mereka tahu bahwa mengelola zakat itu “gak perlu serius-serius amat”.
Saya yakin, semua bisa diperbaiki. Di usianya yang ke 17 ini, Lazismu sudah menyadari bahwa memasuki tahapan dewasa tinggal selangkah lagi. Orang yang beranjak dewasa adalah orang yang terus belajar menata diri, mau mencari tahu, mau mengoreksi diri, mau memperbaiki, dan selalu berusaha menjadi yang terbaik.
Sebagai lembaga yang beranjak dewasa, Lazismu pun harus semakin sadar dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya, serta memahami segala kekurangannya. Semakin dewasa, sebuah lembaga akan dan harus punya target. Apapun itu. Ia tidak bisa berjalan tanpa arah, tanpa pedoman dan panduan.
Lazismu bersyukur sudah bisa merumuskan Renstranya sampai 2030, dan capaian apa yang diinginkan secara kelembagaan, perlima tahun. Semakin dewasa juga harus semakin terbuka, mau bekerja sama dengan banyak pihak dan mau memperbanyak teman dan jaringan yang dapat bersinergi mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki.
Yang harus disadari adalah bahwa tidak ada sebuah keberhasilan dalam proses yang instan. Semua perlu kerja keras, pembagian kerja, kerjasama dan sama-sama kerja.
Apakah Lazismu yang beranjak dewasa ini masih perlu dukungan? Tentu saja. Lazismu masih perlu dukungan dari banyak pihak dalam mewujudkan mimpi-mimpinya.
Orang yang beranjak dewasa memang diharapkan bisa mandiri. Tetapi bukan berarti dibiarkan. Seorang remaja yang beranjak dewasa pun masih perlu saran dan masukan serta dukungan dari orang tuanya.
Dukungan itu dapat berupa materil dan immaterial, fisik maupun non fisik. Orang tua memiliki harapan buat anaknya, dan harapan itu harus disampaikan dengan baik, dan dukungan yang diberikan juga diberikan dengan serius agar anaknya dapat mengembangkan diri.
Saya sebagai Ketua Lazismu sangat bersyukur bahwa Pimpinan Muhammadiyah di tingkat Pusat, dan beberapa di tingkat Wilayah dan Daerah memberikan dukungan yang kuat untuk Lazismu sebagai satu-satunya Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah.
Tapi, saya juga masih melihat di beberapa provinsi dan kota/kabupaten dimana Pimpinan Muhammadiyah belum terlalu serius mendukung kehadiran Lazismu. Beberapa wilayah/daerah belum mengajukan kepengurusan Lazismu, ada yang sudah dibentuk lembaganya, kantornya tidak disediakan dan fasilitas pendukung lainnya juga masih belum bisa diharapkan.
Kalau sudah begitu, jangankan memberikan target capaian terhadap lembaga yang dibentuknya, menyapa (mengordinasikan) pun enggan. Logikanya begini, bagaimana donatur mau menyumbang dana besar kalau kantor Lazismunya tidak ada, kalau kantornya berada “dipojokan” gedung.
Bagaimana seorang donatur mau datang nyaman berkonsultasi tentang zakat bila kantornya “kumuh”. Harus diingat, orang datang ke lazismu, termasuk donatur, punya harapan dan kepercayaan, dan bukan karena belas kasihan. Itulah tantangan saat ini.
Di balik itu semua, ada banyak kabar baiknya dari Lazismu memasuki usianya yang ke 17 tahun ini. Para amil Lazismu semakin percaya diri dan paham akan tujuan lembaganya. Kegiatannya marak dimana-mana, di desa, tengah kota, sampai daerah terpencil. Layanan kesehatan dengan meggandeng dokter dan perawat meramaikan banyak kegiatan Lazismu.
Armada Lazismu berseliweran menebar kebaikan. Ribuan anak sudah mendapatkan bantuan beasiswa dan keperluan sekolah. Ribuan mahasiswa terbantu membiayai dan menyelesaikan kuliahnya. Kegiatan kemanusiaan juga terus berjalan. Kegiatan dakwah juga berkembang. Beberapa program Lazismu di berbagai tempat juga semakin canggih dan unik.
Kegiatan di tingkat internasional juga kelihatan kebih kasat. Tentu, semua itu dilakukan dengan menggandeng berbagai mitra sesama majelis dan lembaga lainnya yang ada di Muhammadiyah.
Yang lebih penting, Amil semakin paham tata kelola dan pentingnya kepercayaan. Mereka berkembang ke arah sikap yang professional. Dan, banyak kantor layanan Lazismu yang sudah memasuki proses audit oleh Kantor Akuntan Publik.
Saya yakin semua masih jauh dari sempurna, tapi saya lebih yakin semua berjalan ke arah yang lebih baik.
Selamat berjuang para amil Lazismu dimanapun Anda berada. Mari kita arungi samudra zakat dengan penuh semangat, dan kita gerakkan Lazismu agar menjadi gelombang yang bisa melontarkan perubahan.*** (MHMD)