Iklan

Iklan

,

Iklan

Inilah Doa Kesejahteraan Mental Agar Terhindar dari Gangguan Mental dan Jerat Utang!

Redaksi
Senin, 15 September 2025, 10:14 WIB Last Updated 2025-09-15T03:15:36Z


Jakarta, Muhammadiyah Good News || Beberapa waktu terakhir, media kita kerap memberitakan kasus bunuh diri akibat lilitan utang. Dari kepala keluarga yang tak sanggup menanggung beban cicilan, hingga anak muda yang terjerat pinjaman daring.


Utang yang menumpuk tidak hanya menggerogoti harta, tetapi juga kesehatan mental. Utang telah melahirkan stres kronis, kecemasan, rasa gagal, hingga pikiran putus asa.


Dalam kondisi seperti ini, banyak orang mencari solusi praktis: tambahan pemasukan, negosiasi hutang, atau sekadar lari dari masalah. Namun, ada satu dimensi yang sering terlupa: doa.


Salah satu doa yang dianjurkan ialah:


اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بكَ مِنَ الهَمِّ والحَزَنِ، والعَجْزِ والكَسَلِ، والبُخْلِ والجُبْنِ، وضَلَعِ الدَّيْنِ، وغَلَبَةِ الرِّجَالِ


‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat kikir dan pengecut, dari jeratan utang yang berat, dan dari tekanan manusia lain.’” (HR. al-Bukhārī).


Doa di atas terdapat dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, di mana Nabi Saw pernah berkata kepada Abu Thalhah: “Carikanlah seorang pemuda dari anak-anakmu yang bisa melayaniku hingga aku berangkat ke Khaibar.” Maka Abu Thalhah pun membawa Anas bin Malik yang saat itu masih remaja.


Konteks hadis ini penting. Ia lahir dalam suasana perjalanan perang Khaibar, salah satu ekspedisi besar Nabi Saw. Anas yang masih muda melihat bagaimana Nabi Saw, di tengah kesibukan dan persiapan berat, tetap menjaga kekuatan batin dengan doa.


Menariknya, doa ini bukan diucapkan sekali, tetapi yukthir an yaqūluhū, yang artinya sering beliau ulang-ulang. Karenanya, Nabi sendiri menyadari betapa besarnya ancaman kondisi mental dan beban utang terhadap kualitas hidup seorang mukmin.


Makna Doa


Setiap lafaz doa di atas mengandung pelajaran besar. Al-hamm adalah kegelisahan terhadap sesuatu yang belum terjadi, sementara al-ḥuzn adalah kesedihan karena masa lalu. Dua hal ini sering menggerogoti jiwa dan melemahkan semangat.


Nabi Saw memohon berlindung dari keduanya karena tahu bahwa orang yang terlalu sibuk dengan masa lalu atau terlalu cemas dengan masa depan akan kehilangan tenaga untuk hidup hari ini.


Selanjutnya Nabi Saw berlindung dari al-‘ajz (kelemahan) dan al-kasal (kemalasan). Keduanya menghalangi produktivitas seorang Muslim. Disusul al-bukhl (kikir) dan al-jubn (pengecut), dua sifat yang merusak hubungan sosial dan mengerdilkan jiwa.


Menurut syarah Abu ‘Abd al-Rahman Mahir ibn ʿAbd al-Hamid dalam Syarḥ al-Du‘ā’ min al-Kitāb wa al-Sunnah, sifat-sifat itu adalah “pengganggu kehidupan” yang melemahkan tubuh, pikiran, dan hati.


Yang menarik, Nabi Saw juga berlindung dari ḍala‘ al-dayn alias jeratan utang. Utang tidak hanya menjerat finansial, tetapi juga bisa menjerumuskan pada kebohongan, ingkar janji, bahkan lalai beribadah. Tidak heran jika Rasulullah Saw begitu sering memohon perlindungan dari hal ini.


Doa itu ditutup dengan permohonan agar dijauhkan dari ghalabat al-rijāl atau penindasan manusia lain. Tekanan sosial dan ketidakadilan sering melumpuhkan jiwa. Dalam jangka panjang, dominasi seperti ini bisa memunculkan rasa lemah, dendam, bahkan keputusasaan.


Dengan demikian, Abu ‘Abd al-Rahman Mahir mengatakan bahwa Rasulullah Saw memberi teladan agar seorang Muslim tidak hanya menjaga diri dari tertindas, tetapi juga tidak menindas orang lain.


Semua yang tercantum dalam doa ini terasa begitu aktual. Kegelisahan dan kesedihan mendalam kini dikenal sebagai masalah mental yang serius. Kelemahan, kemalasan, kikir, dan pengecut bisa membuat seseorang kehilangan arah.


Utang yang menumpuk kerap menjadi penyebab utama stres, bahkan bunuh diri. Sementara tekanan sosial bisa menjerat dalam bentuk bullying, kekerasan, atau eksploitasi.


Doa Nabi Saw adalah terapi jiwa, perisai moral, sekaligus pengingat bahwa iman tidak hanya soal ibadah ritual, tetapi juga soal kesehatan mental dan ekonomi. Dengan doa ini, kita belajar menjaga keseimbangan antara batin, sosial, dan finansial.


Referensi: Abu ‘Abd al-Rahman Mahir bin ‘Abd al-Hamid bin Muqaddam, Syarḥ al-Du‘ā’ min al-Kitāb wa al-Sunnah, ed. dan taḥqīq oleh penulis, Riyadh: Maṭba‘ah Safīr, distribusi Mua’assasah al-Juraysī li al-Tawzī‘ wa al-I‘lām, t.t.

Iklan